Senin, 04 April 2011

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian-2)

TANDA-TANDA HARI KIAMAT (BAGIAN-2)
Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Tentang tanda-tanda Kiamat dari Kitab Al Yaumul Akhir yang ditulis oleh Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, kita sudah bahas pada pertemuan terdahulu, sudah sampai nomor 2. Maka untuk kali ini kita akan bahas Tanda-tanda Kiamat dari Kitab tersebut pada nomor berikutnya yaitu nomor 3.
Berkenaan dengan tanda Kiamat yang pertama (dari kitab tersebut), Pertama: Kemenangan dan Kedua: Nabi Palsu. Untuk yang pertama: tentang Kemenangan, wahyu Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan kepada kita, bahwa Islam ini akan mempunyai masa depan dan bahwa masa depan Islam itu ada di tangan kaum Muslimin. Oleh karena itu orang-orang kaafir jauh-jauh hari sudah khawatir.
Tentang Kemenangan
Dalam Hadits riwayat Imaam Muslim no: 7440, Dari Shohabat Tsauban رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا ….
Artinya:
“Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى telah membentangkan kepadaku bumi, aku lihat bagian timurnya dan bagian baratnya. Umatku akan sampai ke pelosok dimana aku melihat dari bagian bumi itu.”
Dalam Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no: 7440 dari salah seorang Shohabat bernama Tsauban رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا
Artinya:
Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى membentangkan bumi kepadaku lalu aku lihat timurnya dan baratnya, dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya (kerajaannya) kepada apa yang telah dibentangkan kepadaku”.
Maksudnya, umat Islam kelak akan tersebar sampai pada setiap pelosok bumi yang telah diperlihatkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yaitu di seluruh muka bumi.  Bukan hanya besarnya jumlah umat Islam, bahkan dikatakan dalam Hadits tersebut bahwa Kekuasaan Islam itu sampai di Timur dan di Barat. Maka hendaknya dipahami, kalau hal itu belum terjadi maka insya Allooh akan terjadi.
Selanjutnya dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7440 tersebut, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ
Artinya:
Aku diberi dua simpanan berharga yang terpendam yaitu Al Ahmar (– para ulama mengartikan emas –), dan Al Abyad (– maksudnya perak –)”.
Hadits tersebut menjelaskan kepada kita tentang kemenangan-kemenangan pada masa yang akan datang.
Dalam Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 8326 dan Imaam Hibban رحمه الله dalam Shohiihnya no: 6701, dari Shohabat Tamim Ad Daari رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ليبلغن هذا الأمر مبلغ الليل و النهار و لا يترك الله بيت مدر و لا وبر إلا أدخله هذا الدين بعز عزيز أو بذل ذليل يعز بعز الله في الإسلام و يذل به في الكفر (قال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الصحيح
Artinya:
Sesungguhnya perkara dien ini (Islam), benar-benar sungguh akan sampai kepada belahan bumi yang terjangkau oleh malam dan siang. Allooh tidak akan membiarkan darat atau lautan-Nya kecuali Allooh akan memasukkan Islam dengan keperkasaan orang yang perkasa yang memperjuangkan Islam, atau dengan kehinaan yang dengan kehinaan itu orang-orang kaafir menjadi terhina.
Maksudnya, di belahan bumi mana saja, dimana malam bisa menjangkau belahan bumi itu maka Islam akan sampai di situ. Oleh karena itu, kita sebagai muslim hendaknya optimis bahwa sebenarnya masa depan dunia ini ada di tangan Islam.
Tentang Nabi palsu, dalam kitab tersebut sudah dijelaskan tentang adanya Dajjaalun, Kadzaabun (pendusta-pendusta yang sangat ulung) dan bilangannya dekat dengan bilangan 30 (tigapuluh). Semua mereka mengaku sebagai Utusan Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3609 dan Imaam Muslim no: 7526, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَقْتَتِلَ فِئَتَانِ فَيَكُونَ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
Artinya:
“Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga dua kelompok orang saling berperang dan berakibat terbunuhnya banyak orang, padahal apa yang mereka seru sebetulnya satu. Dan tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai Allooh سبحانه وتعالى bangkitkan di tengah-tengah mereka para Dajjal, para pendusta, lebih dekat bilangannya dari 30 orang, semua mereka mengaku bahwa dia adalah utusan Allooh”.
Itulah tanda-tanda hari Kiamat, karena pada awal Haditsnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mensabdakan bahwa tidak akan terjadi hari Kiamat kecuali sampai tanda-tanda yang dijelaskan diatas.
Tanda-tanda hari Kiamat berikutnya:
3) Jika Suatu Perkara sudah Dilimpahkan kepada Orang yang Bukan Ahlinya
Apabila suatu perkara sudah dipegang oleh orang yang tidak kompeten atau tidak legitimate, maka itulah bagian dari tanda hari Kiamat.
Diantara dalil tentang hal itu, adalah:
Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 59 :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Artinya:
Dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه yang berkata bahwa ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berada dalam suatu majlis, beliau صلى الله عليه وسلم sedang berbicara kepada para Shohabat, lalu datanglah seorang A’robi (Arab dari gunung) yang bertanya: “Kapankah Kiamat?”
Tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menanggapi pertanyaan orang itu. Beliau صلى الله عليه وسلم sebenarnya mendengar pertanyaan itu, tetapi tidak suka dengan apa yang didengarnya. Begitu tanggapan sebagian para Shohabat. Tetapi Abu Hurairoh رضي الله عنه mengatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memang belum mendengar, sebab kalau sudah mendengar pasti akan ditanggapi.
Sampai kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berbicara, lalu sabda beliau صلى الله عليه وسلم: “Manakah orang yang bertanya tadi?”.
Orang A’robi itu berkata : “Ini, saya ya Rosuulullooh”.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kepercayaan (amanah) telah dilalaikan (disia-siakan, dikhianati) maka itu tanda Kiamat akan terjadi”.
Orang A’robi itu bertanya lagi: “Ya Rosuulullooh, amanah disia-siakan itu kapan dan bagaimana caranya?
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: Jika suatu amanah dilimpahkan, diberikan, dibebankan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak berkompeten), maka Kiamat akan segera terjadi”.
Kalau kita pandang dari sudut management, itulah yang disebut professional. Bahwa orang yang tidak punya kompetensi dalam bidang apa pun, maka ia tidak berhak untuk menyandang amanah. Apalagi di zaman dimana orang berkata tentang professionalisme seperti di zaman sekarang ini, maka amanah selayaknya tidak diberikan dan dibebankan kepada pihak yang tidak kompeten atau tidak professional.
Banyak sekali hal-hal yang berkenaan dengan amanah yang diselewengkan, orang yang sebenarnya tidak berhak dalam suatu bidang, tetapi ia menggeluti bidang itu. Misalnya:
Seorang Ustadz yang bidangnya adalah Ilmu Syar’i, tetapi karena ia kebetulan menjadi anggota DPR, DPRD atau partai politik, maka ia lalu terpaksa menggali, mengkaji masalah-masalah yang sebenarnya bukan lah bidangnya. Akhirnya Ustadz itu habis waktunya, bukan untuk menelaah perkara-perkara Ilmu Syar’i yang menjadi bidangnya, tetapi waktunya adalah untuk mempelajari dan menelaah bidang-bidang yang menjadi tuntutan tugas pekerjaannya saat itu.
Banyak lagi orang-orang yang tidak kompeten, yang karena nepotisme, kekerabatan, ke-kolegaan, lalu orang itu diangkat untuk mengurus perkara-perkara yang bukan bidangnya. Akibatnya bukannya semakin maju berkembang, tetapi malah yang terjadi adalah mundur atau jalan di tempat.
Contoh-contoh diatas, pada zaman sekarang ini menjadi lumrah, biasa terjadi. Seorang yang berprofesi bukan sebagai seorang mubaligh, tetapi karena ia sering membaca internet (– dan sekarang buku-buku dan kitab itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga ia mampu beli dan membacanya –) kemudian sedikit-sedikit ia pun mencoba menjadi khotib, sekali dua kali, akhirnya menjadi Ustadz.
Ada juga seorang pemain musik, bahkan dahulunya tukang joget dangdut, lalu tiba-tiba ia menjadikan dirinya sebagai Ustadz.
Lalu ada lagi pemain sinetron yang kemudian merubah dirinya menjadi Ustadz.
Dari ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash  رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو مَارٌّ بِنَا إِلَى الْحَجِّ فَالْقَهُ فَسَائِلْهُ فَإِنَّهُ قَدْ حَمَلَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عِلْمًا كَثِيرًا – قَالَفَلَقِيتُهُ فَسَاءَلْتُهُ عَنْ أَشْيَاءَ يَذْكُرُهَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ عُرْوَةُ فَكَانَ فِيمَا ذَكَرَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنَ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِى فِى النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالاً يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ
Artinya:
Sesungguhnya Allooh tidak akan mencabut ‘ilmu begitu saja dari manusia, tetapi Allooh mencabut ‘ilmu itu melalui dimatikannya para ‘Ulama, sehingga jika tidak tersisa satu ‘alim pun, maka orang akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Jika mereka ditanya, maka mereka akan berfatwa tanpa ‘ilmu, sehingga mereka akan sesat dan menyesatkan orang lain.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 6974)
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  bersabda,
إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عن الأصاغر
Diantara ciri hari Kiamat, adalah ‘ilmu diambil dari Ahlul Bid’ah.”
(Hadits Riwayat Imaam At Thobrony رحمه الله, dan di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)
Itulah sebagian contoh dari perkara-perkara yang sebetulnya tidak boleh diemban oleh orang-orang yang bukan ahlinya, tetapi karena sudah menjadi trendy yang tak terkendali, maka perkara ini pun merebak di masyarakat kita. Padahal mereka adalah orang-orang yang belum lah kompeten di bidang Ilmu Syar’ie, namun menempatkan dirinya sebagai Ustadz atau Da’i. Kalau fenomena seperti ini terus-menerus berjalan, dikhawatirkan pemahaman tentang dien pada masa yang akan datang menjadi sangat rentan. Karena masing-masing orang mempunyai pemahaman sesuai dengan latar belakangnya yang berbeda-beda.
Sangat lah ironis, seharusnya ilmu tentang dien dipelajari berdasarkan suatu sistem dan metodologi Talaqqii (belajar dari guru),  dan guru itu harus seperti yang dikatakan oleh Imaam Al Bukhoory رحمه الله, kata beliau: “Aku mengambil Hadits dan meriwayatkan Hadits dari tidak kurang dari 1000 (seribu) orang guru. Semua guru itu mengatakan: ‘Iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
Itu menunjukkan bahwa guru beliau رحمه الله semuanya adalah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah.
Imaam Maalik رحمه الله, yakni guru dari Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله, beliau berkata, “’Ilmu (dien) itu tidak boleh diambil dari 4 (empat) jenis orang, yakni:
1. Orang bodoh walaupun banyak meriwayatkan Hadiits
2. Ahlul Bid’ah yang menyeru pada ke-Bid’ahannya
3. Orang yang berdusta dalam pembicaraan dengan manusia, betapapun aku tidak menuduhnya berdusta atas nama Rosuul,
4. Orang yang shoolih, ahlil ibaadah, mempunyai keutamaan; tetapi tidak hafal apa yang diriwayatkannya.”
Imam Maalik رحمه الله mengatakan bahwa ‘Ilmu dien itu tidak lah boleh diambil dari 4 jenis orang, antara lain yakni dari orang yang bergelimang dalam Bid’ah. Apalagi kalau ia menyuruh orang lain untuk berbuat Bid’ah, maka orang tersebut tidak boleh dan tidak berhak untuk dijadikan guru. Dan apabila ia mengajar, maka ia tidak berhak untuk diambil ‘ilmunya.
Zaman sekarang ada sebagian orang yang justru belajar ilmu Syar’i tentang Firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Al Qur’an dan Hadits) itu belajarnya dari orang-orang kaafir, belajar dari orang-orang orientalis. Padahal mengambil ilmu dari Ahlul Bid’ah (yang notabene ia masih muslim) saja adalah tidak boleh. Bagaimana pula kalau mengambil ilmunya dari orang-orang kafir, orang-orang orientalis; yaitu orang-orang yang jelas-jelas tidak senang dengan Islam?
Itu berarti termasuk orang-orang yang meletakkan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya. Banyak sekali contoh-contoh seperti ini di dalam masyarakat yang mengakibatkan  kejadian-kejadian di masa datang. Kalau Islam sudah dipelajari dari orang-orang kaafir, maka muncul lah seperti apa yang terjadi di zaman sekarang ini, adanya Islam Liberal (JIL), ada lagi Islam-nya hasil pemikiran dan lain sebagainya, yang menyebabkan orang-orang yang awam terkecoh.
Bukankah hal ini sekarang sudah banyak terjadi? Orang banyak kesibukan, bisnis, rapat, seminar atau pun lain-lainnya, sehingga urusan dunia didahulukan dan sholat malah diakhirkan.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah dalam Sunannya no: 1257, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari salah seorang Shohabat yaitu ‘Ubadah bin Ash Shoomit رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
سيكون أمراء تشغلهم أشياء . يؤخرون الصلاة عن وقتها . فاجعلوا صلاتكم معهم تطوعا
Artinya:
Akan muncul para Penguasa (Pemerintah) yang disibukkan oleh berbagai urusan, sehingga mereka mengakhirkan sholat dari waktunya maka jadikanlah sholat kalian bersama mereka adalah sholat Sunnah.”
Tentu lah ada hikmahnya, yaitu adanya kekhawatiran berpengaruh pada sah dan tidak sah-nya suatu sholat.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 4907 dan Imaam Abu Daawud no: 4762, dari Ummu Salamah رضي الله عنها (istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ. لاَ مَا صَلَّوْا
Artinya:
Akan ada (muncul) para Umaro (Pemimpin, Penguasa), kalian mengenal mereka, kalian tahu tetapi kalian ingkari. Barangsiapa membenci (mereka), maka ia telah berlepas diri. Barangsiapa yang mengingkari, maka ia akan selamat. Tetapi siapa yang ridho’ dan mengikuti mereka maka ia terancam tidak selamat.
Shohabat bertanya, “Ya Rosuul, apa kita perangi mereka?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Tidak, selama mereka masih melaksanakan sholat.”
Maksudnya, barang siapa yang ridho’ terhadap Pemimpin yang dzolim maka ia akan dimintai tanggung jawab oleh Allooh سبحانه وتعالى. Pelajaran dari Hadits tersebut adalah bahwa kita ini diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  untuk berlepas diri dari perkara-perkara yang tidak sesuai dengan ajaran beliau صلى الله عليه وسلم.
Ada lagi Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah no: 2865, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
سيلي أموركم بعدي رجال يطفئون السنة ويعملون بالبدعة ويؤخرون الصلاة عن مواقيتها ) فقلت يا رسول الله إن أدركتهم كيف أفعل ؟ قال ( تسألني يابن أم عبد كيف تفعل ؟ لا طاعة لمن عصى الله
Artinya:
Akan datang orang-orang (yang ditokohkan) yang mengurusi perkara kalian setelah aku, dimana  mereka memadamkan Sunnah, mengerjakan Bid’ah dan mengakhirkan sholat dari waktunya”.
Aku berkata, “Ya Rosuulullooh, jika aku mengalami itu, maka apa yang harus aku perbuat?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wahai Ibnu Ummi ‘Abdin, engkau bertanya tentang apa yang harus engkau perbuat? Tidak ada ketaatan bagi siapa pun yang berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Maksudnya, bila seandainya telah atau akan terjadi para Umaro (Pemimpin) dimana mereka itu kita ketahui tetapi kita ingkari perbuatannya, mungkin dari sisi ‘aqiidah-nya, ideologinya, dsbnya; apalagi mereka itu mengakhirkan sholatnya dari waktunya, bahkan mengada-ada perkara yang Bid’ah; maka menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak perlu ada ketaatan dalam perkara dien bagi orang yang ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى seperti itu.
Perkara-perkara yang disampaikan diatas ini harus lah kita ketahui dan itu semua merupakan tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat. Jadi, jika suatu perkara sudah disandarkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya maka itu adalah bagian dari tanda-tanda Hari Kiamat.
4)   Rusaknya Kaum Muslimin
Dalam Al Qur’an Surat Al Ahzaab (33) ayat 72,  Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.”
Berkenaan dengan itu, banyak disebutkan dalam Hadits, diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 384:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَدِيثَيْنِ قَدْ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الآخَرَ حَدَّثَنَا « أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِى جِذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ثُمَّ نَزَلَ الْقُرْآنُ فَعَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ وَعَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ ». ثُمَّ حَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِ الأَمَانَةِ قَالَ « يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا وَلَيْسَ فِيهِ شَىْءٌ – ثُمَّ أَخَذَ حَصًى فَدَحْرَجَهُ عَلَى رِجْلِهِ – فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ لاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّى الأَمَانَةَ حَتَّى يُقَالَ إِنَّ فِى بَنِى فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا. حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ مَا أَجْلَدَهُ مَا أَظْرَفَهُ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ ». وَلَقَدْ أَتَى عَلَىَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِى أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ دِينُهُ وَلَئِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا أَوْ يَهُودِيًّا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ سَاعِيهِ وَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ لأُبَايِعَ مِنْكُمْ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا
Dari Shohabat Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه, beliau berkata, “Dua Hadits yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kami. Yang pertama, aku sudah melihatnya dan yang kedua, aku masih menunggunya. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
“1. Bahwa amanah telah turun pada lubuk hati orang, kemudian Al Qur’an turun sehingga mereka mengetahui dari Al Qur’an, dan mengetahui dari As Sunnah.
2. Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengatakan kepada kami tentang diangkatnya amanah, yaitu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,Seseorang tidur sesaat, lalu dicabutnya amanah dari hatinya sehingga bekasnya seperti noda, kemudian tidur sesaat lagi dan amanah itu dicabut dari hatinya; sehingga meninggalkan bekas bagaikan bara yang mengenai kakinya sehingga orang-orang (manusia) saling berjual beli dan hampir tidak ada seorang pun dari mereka yang menunaikan amanah. Kemudian dikatakan, ‘Sesungguhnya pada bani Fulan ada seorang yang terpercaya, sehingga dikatakan pada orang ini: “Betapa kokohnya, teguhnya, berakalnya, padahal tidak ada sebiji sawit pun dalam hatinya iman.”.’
Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه berkata, “Sungguh akan datang padaku suatu zaman, dan aku tidak peduli siapa diantara kalian yang ku-bai’at. Jika dia Muslim, maka dikembalikan kepada dien-nya. Jika dia Nashrony atau Yahudi, maka dikembalikan pada orang yang menjalankannya. Adapun hari ini, aku tidak akan membai’at dari kalian, kecuali Fulan dan Fulan.
Ternyata mencari orang yang jujur itu sangat lah sulit. Kalaupun ada, karena saking sedikitnya, lalu orang yang jujur itu pun dipuji. Yang banyak adalah ketidak jujuran. Apabila sudah terjadi situasi seperti itu, maka tandanya Kiamat itu sudah dekat.
Pelajaran yang bisa diambil dari Hadits diatas adalah bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengkaitkan antara Amanah dengan masalah Iman. Amanah itu sangat erat kaitannya dengan Iman. Apabila orang tidak punya sifat amanah dan kejujuran, maka bisa dikatakan bahwa orang itu Imannya tidak ada. Yang ada bahkan menyerupai orang munaafiq.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2459 dan Imaam Muslim no: 219, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Artinya:
Empat perkara, barangsiapa pada dirinya terdapat empat perkara ini, maka dia adalah seorang munaafiq yang tulen. Barangsiapa yang didalamnya terdapat satu dari empat sifat ini, maka ia terdapat sifat kemunaafiqan (dalam dirinya), sehingga dia meninggalkannya: Jika ia berbicara maka ia berdusta, jika ia berjanji maka ia menyalahi (janjinya), jika ia mengikat suatu kesepakatan maka ia menyelisihinya, dan jika ia berdebat maka ia curang.”
Bila ciri-ciri orang yang demikian itu sudah banyak terjadi, maka itu juga bagian dari tanda-tanda Kiamat.
Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 13199 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth maka Hadits ini adalah Hasan, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Artinya:
Tidak ada iman bagi orang yang tidak mempunyai amanah dalam dirinya dan tidak ada dien bagi yang tidak punya ikatan janji padanya”.
Maksudnya, kalau amanat itu diartikan jujur, maka orang yang tidak jujur berarti tidak ada dien pada dirinya. Oleh karena itu, kita harus kembali menumbuhkan sifat amanah itu. Rusaknya kaum muslimin itu adalah kalau sampai tidak adanya amanah dalam diri mereka.
Selanjutnya dalam sebuah Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban no: 6715 yang di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih At Targhiib Wat Tarhiib no: 572, dari Shohabat Abu Umaamah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لتنتقضن عرى الاسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها فأولهن نقضا : الحكم وآخرهن : الصلاة
Artinya:
Sungguh benar-benar ikatan Islam akan terurai satu demi satu. Setiap terurai satu ikatan, maka manusia terpaut dengan yang berikutnya. Pertama kali adalah terurainya ikatan Hukum (Hukum Islam tidak lagi ditegakkan — pent.) dan ikatan yang terakhirnya adalah Sholat.
Apabila sholat tidak lagi menjadi sesuatu yang urgent, tidak dilaksanakan, tidak dipentingkan, maka itu juga merupakan tanda kerusakan kaum muslimin. Apabila hukum, tatanan nilai dan apapun yang sudah menjadi ketetapan Allooh سبحانه وتعالى tidak dijalankan, maka itu suatu merupakan kerusakan.  Dan zaman sekarang ini kalau dilihat satu persatu maka banyak sekali yang sudah bermunculan tanda-tanda kerusakan itu.
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud dalam Sunan-nya no: 3464 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Artinya:
Jika kalian sudah saling berjual beli dengan riba’ dan mengambil ekor sapi (membuntuti dunia), dan puas dengan pertanian (investasi) dan kalian tinggalkan jihad, maka Allooh akan jadikan kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada dien kalian.”
Perkara-perkara tersebut, manakah yag tidak ada pada zaman sekarang ini ?
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam suatu Hadits yang panjang yaitu:
عن عطـاء بن أبى رباح عن عبد الله بن عمـر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يَا مَعْـشَرَ الْمُـهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَـزَلَ فِيْكُمْ أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ
1. لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِىْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يَعْمَلُوْا بِهَا إِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ،
2. وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسَّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،
3. وَلَمْ يَمْنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْيَهَـائِمِ لَمْ يُمْطَرُوْا،
4. وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ مِنْ غَيْرِهِمْ وَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ،
5. وَمَا لَمْ يَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَلْقَى اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
Artinya :
Dari ‘Atho Bin Abi Robah dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنهما, telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم: “Wahai segenap muhajirin ada lima perkara jika kalian ditimpa olehnya dan terjadi ditengah-tengah kalian – Aku berlindung pada Allooh سبحانه وتعالى agar kalian tidak mengalaminya“ :
1.    Tidaklah kekejian (zina) itu nampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukannya, kecuali akan muncul ditengah-tengah mereka tho’un (penyakit menular) dan kelaparan yang belum pernah sedahsyat itu terjadi pada kaum-kaum sebelum mereka.
2.    Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan kemarau panjang, beban hidup yang berat dan penguasa yang dzolim.
3.    Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari hujan atas mereka; dan jikalau bukan karena Allooh سبحانه وتعالى sayang pada binatang maka Allooh سبحانه وتعالى tidak akan turunkan hujan bagi mereka.
4.    Tidaklah mereka membatalkan ikatan perjanjian mereka dengan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya, kecuali musuh-musuh dari luar diri mereka akan menguasai mereka dan akan mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
5.    Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitab Allooh سبحانه وتعالى, kecuali mereka campakkan di tengah-tengah mereka kecekcokan.
(HR. Imam Hakim dalam “Al-Mustadrok”, Kitab “Al-Fitan wal Malaahim” No 8667 dan kata beliau sanadnya shohiih dan Imam Adz-Dzahaby menyepakati-nya, juga Imam Ibnu Majah dalam kitab yang sama no. 4019. Dan Syaikh Al-Albaany meng-Hasan-kan sanadnya sebagaimana dalam Silsilah Hadits Shohihnya 1/167-169 No.106).
Dari lima perkara tersebut, manakah yang sekarang ini tidak ada ?
Lalu kalau dikaitkan dengan becana alam yang banyak terjadi di zaman sekarang, maka sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang telah diriwayatkan oleh Al Imaam Al Turmudzy di dalam Sunannya, kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohaby bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malaa’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohaby, Anas bin Maalik رضي الله عنه, dan haditsnya dishohiihkan oleh Syaikh Nasiruddin Al Albaany dalam Silsilah Hadits Shoohih No: 2203; bahwa Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
« في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور »
Artinya:
Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.”
Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosuul, kapankah itu?”
Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”
Dan perkara-perkara tersebut sekarang sudah muncul. Maka kalau diatas dikatakan bahwa kaum Muslimin sudah rusak dengan munculnya berbagai gejala tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kita hidup pada masa yang sudah memasuki akhir zaman.
Oleh karenanya, hendaknya kita waspada dan selalu ingat dengan Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 389 berikut ini, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya:
Islam ini bermula dengan aneh dan akan berakhir dengan aneh. Maka berbahagia-lah orang-orang yang dianggap aneh itu”.
Dan bila dicermati, Islam di zaman sekarang ini sudah masuk pada masa Islam itu dianggap aneh, bahkan oleh kaum Musliminnya sendiri. Karena, apabila disampaikan ajaran Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sebenarnya, atau ayat-ayat Al Qur’an yang sebenarnya, maka tidak sedikit diantara mereka yang mengaku Muslim itu yang tidak mau menerima ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, menolak ataupun bahkan mengolok-oloknya.
Ada yang mengaku Muslim tetapi ia mengatakan bahwa di dalam Al Qur’an itu juga ada perkara yang porno, lalu ada yang mengakunya Muslim tetapi mengatakan bahwa Al Qur’an itu tidak relevan untuk zaman sekarang sehingga mesti diubah-ubah atau disesuaikan dengan perkembangan zaman, lalu ada lagi yang mengaku Muslim tetapi mengatakan bahwa Islam itu tidak lengkap, masih kurang dan lain sebagainya.
Disisi lain, ada pula yang mengaku Muslim tetapi mencibirkan orang yang justru berusaha mengamalkan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم secara kaaffah seperti mencela orang-orang yang berjilbab ataupun bercadar dengan celaan “Ninja”, atau mengolok-olok orang yang mengamalkan sunnah dalam berpakaian dengan tidak memanjangkan celana dibawah mata kaki (tidak isbal) itu dengan celaan “Celananya orang takut kebanjiran”, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah sudah mulai dianggap aneh oleh kaumnya sendiri.
Cara agar kita tidak melakukan dan tidak bersama orang-orang yang demikian itu adalah dengan selalu menyadari bahwa pedoman kita itu adalah Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam segala perkara. Kalau suatu perkara itu ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan pemahamannya adalah sesuai pemahaman para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Salafus Shoolih), maka kita tidak boleh menentangnya, tidak boleh memilih-milih ayat (yang sesuai selera diri kita maka diterima, sementara yang tidak sesuai dengan selera diri kita maka bersikap enggan ataupun menolaknya). Yang demikian ini adalah salah. Islam itu adalah berdasar Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى. Bila sudah mengaku Muslim, maka harus tunduk pada aturan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى dan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
5) Lahirnya Majikan dari Budak
Di zaman sekarang tidak ada perbudakan, maka tidak ada budak. Tetapi yang ada di zaman sekarang ini adalah Pembantu Rumah Tangga (PRT). Apabila ada majikan yang melahirkan anaknya melalui pembantu rumah tangganya sendiri, maka itu pun bagian dari tanda dekatnya hari Kiamat.
Seperti yang kita mestinya hafal dalam Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 102, yaitu ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ditanya oleh Jibril:
قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ « مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ « أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ
Artinya:
Jibril berkata,Beritakanlah kepadaku tentang kapankah hari Kiamat?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya”.
Lalu Jibril berkata: “Beritakanlah kepadaku tentang Tanda-Tandanya.”
Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم menjawab, “Akan terjadi ketika majikan lahir dari budaknya; dan orang yang tidak beralas kaki, orang yang tidak berbusana, dahulunya adalah penggembala domba, maka mereka sekarang bermegah-megahan dalam gedung-gedung mewah”.
Demikian itu oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم disebutkan sebagai tanda hari Kiamat. Yang demikian itu sudah terjadi, sedang  terjadi dan akan terus berlangsung.
Dikatakan pula oleh Imaam Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله dalam Kitab yang berjudul Jaami’ul ‘Uluum wal Al Hikam, dimana beliau رحمه الله mengomentari Hadits tersebut sebagai berikut: “Kandungan dari apa yang tersebut dalam Hadits ini berkenaan dengan tanda-tanda hari Kiamat kembali kepada bahwa perkara-perkara digantungkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya, yakni hari Kiamat. Selanjutnya, orang yang tadinya tidak beralas kaki, yang tadinya telanjang, yang tadinya adalah penggembala domba; mereka itu adalah ahlul jahli (orang bodoh), mereka orang polos, tetapi mereka sekarang menjadi pemimpin dan menjadi pemilik dari berbagai kekayaan (harta), sehingga mereka pun bermegah-megah di gedung-gedung tinggi. Sesungguhnya yang demikian itu akan merusak aturan dien dan aturan Dunia.”
Imaam Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله, ‘Ulama Ahlus Sunnah yang hidup pada puluhan abad yang lalu itu menafsirkan seperti tersebut diatas, maksudnya adalah bahwa: “Mereka yang tadinya bodoh, kampungan, sekarang berubah nasibnya menjadi pemimpin-pemimpin bahkan mereka itu bermegah-megahan. Yang demikian itu akan mengakibatkan rusaknya aturan dunia dan aturan Akhirat. Karena pada dasarnya mereka itu adalah al jahlu (bodoh) dalam masalah dien.”
Padahal zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan masa-masa Khaliifah sesudahnya bahwa yang menjadi Pemimpin Islam itu adalah ‘Ulama. Misalnya: Abubakar As Siddiq رضي الله عنه, beliau adalah seorang yang ‘Aalim (ber-‘ilmu). Demikian pula ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, ‘Utsman bin ‘Affan رضي الله عنه serta Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه sampai pada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz رضي الله عنه; semuanya adalah orang-orang ‘Aalim (ber-‘ilmu dien). Maka dalam kepemimpinannya beliau-beliau itu lah yang disebut sebagai Khulaafaa’ur Roosyiduun Al Mahdiyyuun, karena mendapatkan petunjuk dengan ‘ilmu dien yang mereka kuasai.
6) Umat manusia akan mengeroyok (mengerumuni) umat Islam
Misalnya dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Ahmad dalam Musnadnya no: 22450 dan berkata Syaikh Syu’aiib Al Arnaa’uth رحمه الله bahwa Sanad Hadits ini Hasan, dijelaskan sebagai berikut:
عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه و سلم قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يوشك ان تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الآكلة على قصعتها قال قلنا يا رسول الله أمن قلة بنا يومئذ قال أنتم يومئذ كثير ولكن تكونون غثاء كغثاء السيل
Artinya:
Dari Tsauban Maula Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Hampir ummat menerkam kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana orang lapar mengeroyok nampan mereka.’
Kami para Shohabat bertanya, ‘Ya Rosuulullooh, karena minoritasnya kami saat itu?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, ‘Justru kalian saat itu adalah berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah banjir.’…”
Lalu Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4299, dari Shohabat Tsaubaan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم bersabda:
يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا » فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ » فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Artinya:
Ummat-ummat ini (bangsa-bangsa – pent.) hampir menerkam kalian sebagaimana orang-orang lapar menerkam nampan makanan mereka.”
Seseorang bertanya, “Karena sedikitkah jumlah kita pada hari itu?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Bahkan pada hari itu, kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah; sungguh Allooh akan cabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan (wibawa) terhadap kalian, dan sungguh Allooh akan campakkan pada hati-hati kalian Al Wahnu.”
Seseorang bertanya, “Ya Rosuulullooh, apakah Al Wahnu itu?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”
Maka bila kita lihat di zaman sekarang dalam berbagai kejadian dunia misalnya kaum muslimin di Afghanistan, Chehnya, Sudan, Iraq, dan negara-negara Afrika; mereka itu menjadi obyek perebutan maupun penindasan.
Dan itu semua belum akan berakhir, bahkan akan terus berlangsug, karena yang demikian itu merupakan bagian dari tanda-tanda hari Kiamat.
7) Melimpah ruahnya harta sehingga orang tidak butuh terhadap shodaqoh
Tanda Kiamat yang berikutnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang  diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Hibban no: 6680 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Hadits ini adalah Shohiih, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bersabda:
لا تقوم الساعة حتى تكثر فيكم الأموال وتفيض حتى يهم رب المال من يقبل منه صدقته وحتى يعرضه ويقول الذي يعرض عليه : لا أرب لي فيه
Artinya:
Tidak akan terjadi hari Kiamat, sehingga harta semakin melimpah dan banjir diantara kalian. Sehingga orang kaya bingung siapa yang akan menerima shodaqohnya, dan menawarkannya maka ketika dipanggil orang untuk diberi shodaqoh maka mereka pun menjawab: ‘Aku tidak butuh dengan pemberianmu.”
Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata sebagai berikut:
كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير و يربو فيها الصغير و يتخذها الناس سنة فإذا غيرت قالوا غيرت السنة قيل : متى ذلك يا أبا عبد الرحمن ؟ قال : إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم و كثرت أموالكم و قلت أمناؤكم و التمست الدنيا بعمل الآخرة
Artinya:
Bagaimana kalian jika di suatu zaman fitnah menyelimuti kalian sehingga membuat pikun orang dewasa, membuat besar sebelum waktunya bagi anak kecil, dan manusia menjadikan fitnah itu sebagai sunnah sehingga jika sunnah tadi dirubah, mereka mengatakan: “Sunnah kita telah dirubah.”
Lalu beliau رضي الله عنه ditanya, “Kapan hal itu terjadi, wahai Abu ‘Abdirrohman?”
Beliau رضي الله عنه menjawab, “Jika:
1.      Semakin banyak para Qurroo’ (para Pembaca Al Qur’an)
2.      Semakin sedikit para Fuqoha (orang-orang yang faqih / mendalam dalam perkara dienul Islam)
3. Semakin melimpah harta kalian
4. Semakin langka orang-orang terpercaya dari kalian
5.      Dan akhirat dijual dengan dunia.”
(Atsar ini diriwayatkan Imaam Al Hakim dalam kitab Al Mustadrok no: 8570)
Dalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3346 dan Imaam Muslim no: 7418, dari Zainab binti Jahsyin رضي الله عنها (istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk ke rumahnya dalam keadaan takut, kemudian berkata:  “Laa Illaaha Ilallooh, celaka bagi orang Arab dari kejahatan yang semakin mendekat; telah dibuka hari ini celah Ya’juj dan Ma’juj seperti ini (sembari melingkarkan ibu jari dan jari tengahnya).”
Zainab رضي الله عنها kemudian bertanya,“Apakah kita akan juga dibinasakan oleh Allooh سبحانه وتعالى, padahal di tengah-tengah kita masih banyak orang shoolih?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Benar, (termasuk orang-orang shooleh pun akan dibinasakan), jika sudah banyak Al Khobats (ahli ma’shiyat), Al Fujur (pezina) dan Al Fusuq (berbagai penyimpangan terhadap Syari’at Allooh سبحانه وتعالى – pent.)”.
Demikianlah, Hadits-Hadits yang banyak sekali jumlahnya, yang menunjukkan kepada kita tentang parahnya berbagai kerusakan yang terjadi itu, sebagai pertanda bahwa hari Kiamat sudah semakin dekat. Maka sudah saatnya kita, kaum Muslimin,  berusaha semakin mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan ‘Ilmu dien yang benar, agar kita tidak termasuk tenggelam bersama orang-orang yang dibinasakan.
Bagaimana Kiatnya?
Tentu kiatnya adalah dengan melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jangan sampai kemungkaran dibiarkan saja merajalela, sehingga kita pun semuanya ditenggelamkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Masih ada tanda-tanda Kiamat lainnya, yakni banyaknya Fitnah, terbaliknya ukuran (dimana yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah, atau yang Sunnah dikatakan Bid’ah, dan yang Bid’ah malah dianggap Sunnah), dan lain-lain yang insya Allooh akan dibahas pada pertemuan yang akan datang.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Tentang profesionalisme di bidang da’wah, seperti disampaikan di awal bahasan ini, kami sependapat bahwa orang yang berda’wah tentang dienul (Islam) itu hendaknya orang yang benar-benar paham dan menguasai ilmu dien.
Tetapi tidak tertutup kemungkinannya orang yang menguasai disiplin ‘ilmu yang lain (misalnya dokter), berda’wah untuk menunjukkan kebesaran Allooh سبحانه وتعالى, dan kembali kepada aturan Allooh سبحانه وتعالى dan As Sunnah.
Perlu kita diskusikan sejauh mana batasan orang yang bukan disebut sebagai ‘Ulama untuk bisa muncul di hadapan publik dalam rangka mengajak orang untuk taat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Itu perlu didefinisikan, jangan timbul anggapan bahwa kalau bukan seorang Ustadz, bukan ahli agama maka tidak boleh naik di mimbar.
Ada beberapa nama yang perlu dicatat, misalnya Doktor Sauki Hutaki di Jepang  tahun 1976, ia seorang dokter medis, yang berda’wah dalam 5 tahun. Dari 4 orang yang masuk Islam di Tokyo menjadi 70 orang masuk Islam. Hanya dengan da’wah : “Allooh سبحانه وتعالى yang menyembuhkan”.  Hanya dengan satu kalimat itu saja.
Kemudian ada lagi seorang bernama Doktor Maurice Bucaille, yang ia juga turut berda’wah. Dan di Indonesia seorang ekonom bisa berda’wah tentang hukum-hukum Allooh سبحانه وتعالى, misalnya Dr. Syafi’ie Antonio, atau Arman Karim, yang beliau-beliau itu adalah ahli-ahli dalam perbankan Syari’ah, dan dengan da’wah beliau  orang akan tunduk dengan aturan Allooh سبحانه وتعالى.
Lalu bagaimana dengan seorang Ustadz yang tidak pernah mempelajari teknologi ilmu komunikasi, bisa menyatakan kebesaran Allooh سبحانه وتعالى ketika ia membaca SMS di layar HP. Oleh sebab itu perlu kiranya kita buat batasan, sepakat untuk orang-orang yang tidak punya disiplin ilmu dien. Sementara itu, para ‘Ulama sendiri tidak semuanya ahli dalam bidang dien. Tetapi jangan ditutup kemungkinan bagi orang-orang yang memegang disiplin ‘ilmu sosial lainnya untuk boleh berda’wah.
Jawaban:
Terima kasih, komentar yang bagus. Dalam ‘Ilmu dien, ada yang disebut Ilmul Maqoosid dan Ilmul  Wasaa’il.
‘Ilmul Maqoosid termasuk misalnya ‘ilmu tentang sholat, zakat dan lain-lain. Masalah yang merupakan langsung pada praktek dimana seorang Muslim itu tidak boleh salah dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Sedangkan Ilmul Wasaa’il tidak terpaku pada masalah dien saja, melainkan bisa ‘ilmu komunikasi, teknologi, managemen, kedokteran, dan seterusnya, yang merupakan Wasiilah (media).
Misalnya, kalau Manhaj (ajaran) da’wah atau Al Islaam diumpamakan suatu barang,  maka bagaimana barang tersebut bisa berpindah kepada Muslim, kepada orang lain, seperti yang dicontohkan di Jepang tersebut. Yang tadinya hanya 4 orang yang Muslim, lalu sekarang bisa berkembang menjadi 70 orang masuk Islam. Itu perlu media. Medianya itulah yang kemudian kita gunakan dengan di-manage secara baik, di-program supaya sistematis, ada evaluasi dan seterusnya. Itu diperlukan Wasaa’il.
Yang dimaksudkan dengan istilah professionalisme seperti disampaikan diatas, adalah ketika orang menjabarkan, mengembangkan, menyebarkan tentang Ilmu Syar’i, maka harus oleh orang yang kapasitasnya kompeten dalam bidang ilmu Syar’ie tersebut.
Berbeda dengan seorang dokter, ekonom, atau apa saja. Ketika ia sudah tahu dari Islam yang ia dapat dan ternyata benar serta terbukti dalam teori ekonomi, maka lalu dikembangkan. Dan dalam  bahasa Syar’i disebut I’jaazul ‘Ilmi.
Misalnya seorang seperti Harun Yahya, yang membuktikan dan menerangkan tentang Janin manusia. Bahwa ternyata Janin manusia itu demikian teratur dalam fase-fasenya, dan itu ada penjelasannya di dalam Al Qur’an. Fungsi dari pembuktian-pembuktian itu sebenarnya bukan mendasari (Ta’siis), melainkan mendukung  bahwa Islam itu benar-benar relevan dengan teknologi, dengan ilmu apa saja.
Bukti-bukti itu dapat membantu dan menambah keyakinan. Dan yang demikian itu diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Adz Dzaariyat (51) ayat 21:
وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Artinya:
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Oleh karenanya hal itu menjadi penting. Seorang Syaikh, atau seorang Ustadz, Da’i- atau seorang ‘Aalim di zaman sekarang, tidak bisa hanya berbekal ‘ilmu yang mungkin itu berlaku 50 tahun lalu. Misalnya: Di zaman komputerisasi seperti sekarang ini, bila seorang Da’i tidak tahu bagaimana meng-operasikan dan mempergunakan komputer yang merupakan media, maka ia akan kesulitan sendiri.
Jadi dengan berbagai perkembangan tehnologi, peradaban dan sebagainya itu, bisa digunakan untuk mengembangkan dan memperlancar da’wah.
Maka jangan lah ada suatu image tentang adanya dikotomi terhadap masalah-masalah tersebut diatas, tetapi yang dimaksud adalah: Jika suatu perkara dipegang oleh bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Artinya, bahwa pemegang Ilmu Syar’i, yang disebut ‘Aalim, maka ia hendaknya benar-benar faqiih dalam Ilmu Syar’ie. Misalnya: Ia hendaknya faqiih dalam ‘Ilmu Fiqih, ‘Ilmu Tafsir, ‘Ilmu Hadits dan berbagai cabang lainnya dalam ‘Ilmu Syar’i. Itu yang dimaksud dalam penjelasan diatas.
Kirnya sekian bahasan kali ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى menambah keimanan kita, dan apabila tanda-tanda Kiamat sudah muncul, maka peran kita adalah Ittiba’ (mengikuti) Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 29 Dzul Hijjah 1428 H – 7 Januari 2008 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar