Senin, 04 April 2011

Amir bin al-Akwa' dan Perang Khaibar

Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa dia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perang Khaibar. Ketika kami berjalan di suatu malam ada seorang laki-laki dari suatu kabilah berkata kepada Amir, ‘Wahai Amir, mengapa engkau tidak membacakan syair-syairmu kepada kami dalam waktu yang singkat ini.’ Amir adalah penyair ulung. Kemudian Amir mendekat untuk membacakan syair,

Tak pernah ada kesedihan.
Kalau bukan karena Engkau, kami tidak memperoleh hidayah
Kami tidak mengenal zakat dan tidak pernah mengerjakan shalat
Kami mohon ampunan sepanjang hidup kami
Dan berikan ketenangan kepada kami
Teguhkanlah pendirian kami saat menghadapi musuh
Kami dihina, kami tidak memperdulikannya
Dan dengan suara lantang, kami akan menantang
Hingga musuh lari tunggang langgang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Siapakah yang membaca syair tadi?’
Para sahabat menjawab, ‘Amir bin al-Akwa’.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ketahuilah, semua itu hanya karena rahmat Allah!’
Seorang lelaki dari suatu kabilah berkata, ‘Sudah tentu ya Nabiyullah, andai engkau tidak menghibur kami dengannya!’
Kemudian kami sampai di Khaibar, kami berperang melawan musuh. Sampai suatu waktu kami ditimpa kelaparan yang sangat. Lalu Allah memberi kemenangan atas musuh. Ketika sore menjelang yakni pada hari kemenangan tersebut, orang-orang membuat perapian. Rasulullah bertanya, ‘Api ini untuk apa? dinyalakan untuk maksud apa?’
Mereka menjawab, ‘Untuk membakar daging.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Daging Apa?’ Mereka menjawab, ‘Daging keledai jinak.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sembelihlah lalu potong-potong.’ Ada seorang laki-laki yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, atau kami sembelih kemudian kami cuci?’ Nabi menjawab, ‘Demikian juga boleh.’
Ketika orang-orang tengah berbaris, pedang Amir yang pendek berhasil direbut seorang Yahudi yang kemudian digunakan untuk memukulnya. Mata pedangnya beralih tangan dan melukai lutut Amir yang menyebabkan kematiannya.
Tatkala orang-orang menguburkan jenazah Amir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikanku sambil menggandeng tanganku, beliau bertanya, ‘Mengapa kamu sedih?’ Aku menjawab, ‘Tebusanku ayah dan ibuku, mereka mengatakan bahwa Amir telah melakukan perbuatan yang dapat menghapus amal baiknya.’
Nabi menjawab, ‘Telah berdusta orang yang berkata demikian, sesungguhnya baginya dua pahala, -Rasulullah sambil merapatkan dua jarinya-. Sesungguhnya Amir adalah orang yang sungguh-sungguh sedang berjihad, sedikit sekali orang Arab yang dapat menandingi keberaniannya’.” (HR. Ahmad, 4/48; al-Bukhari, Fathul Bari, 5/121.)
Sumber: 99 Kisah Orang Shalih
Artikel www.kisahmuslim.com

Kisah Julaibib dan Pengantin Perempuan

Wanita shalihah adalah seorang wanita yang tahan memegang bara …
Jika datang perintah dari syariat kepada salah seorang mereka, dia taat, terima, dan tunduk. Dia tidak menyanggah, tidak membangkang, ataupun mencari alasan untuk tidak menerimanya.
Perhatikanlah cerita gadis suci nan mulia ini! Cerita tentang seorang pengantin wanita…
Adalah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bernama Julaibib. Wajahnya tidak begitu menarik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawarinya menikah. Dia berkata (tidak percaya), “Kalau begitu, Anda menganggapku tidak laku?”
Beliau bersabda, “Tetapi kamu di sisi Allah bukan tidak laku.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa terus mencari kesempatan untuk menikahkan Julaibib…
Hingga suatu hari, seorang laki-laki dari Anshar datang menawarkan putrinya yang janda kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menikahinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Ya. Wahai fulan! Nikahkan aku dengan putrimu.”
“Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan, wahai Rasulullah,” katanya riang.
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk diriku…”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya.
Beliau menjawab, “Untuk Julaibib…”
Ia terperanjat, “Julaibib, wahai Rasulullah?!! Biarkan aku meminta pendapat ibunya….”
Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melamar putrimu.”
Dia menjawab, “Ya, dan itu suatu kenikmatan…”
“Menjadi istri Rasulullah!” tambahnya girang.
Dia berkata lagi, “Sesungguhnya beliau tidak menginginkannya untuk diri beliau.”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya.
“Beliau menginginkannya untuk Julaibib,” jawabnya.
Dia berkata, “Aku siap memberikan leherku untuk Julaibib… ! Tidak. Demi Allah! Aku tidak akan menikahkan putriku dengan Julaibib. Padahal, kita telah menolak lamaran si fulan dan si fulan…” katanya lagi.
Sang bapak pun sedih karena hal itu, dan ketika hendak beranjak menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba wanita itu berteriak memanggil ayahnya dari kamarnya, “Siapa yang melamarku kepada kalian?”
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,” jawab keduanya.
Dia berkata, “Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”
“Bawa aku menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh, beliau tidak akan menyia-nyiakanku,” lanjutnya.
Sang bapak pun pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terserah Anda. Nikahkanlah dia dengan Julaibib.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Julaibib, serta mendoakannya,
اَللّهُمَّ صُبَّ عَلَيْهِمَا الْخَيْرَ صَبًّا  وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهُمَا كَدًّا كَدًّا
“Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah.”
Tidak selang beberapa hari pernikahannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dalam peperangan, dan Julaibib ikut serta bersama beliau. Setelah peperangan usai, dan manusia mulai saling mencari satu sama lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan si fulan dan si fulan…”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…”
Beliau bersabda, “Akan tetapi aku kehilangan Julaibib.”
Mereka pun mencari dan memeriksanya di antara orang-orang yang terbunuh. Tetapi mereka tidak menemukannya di arena pertempuran. Terakhir, mereka menemukannya di sebuah tempat yang tidak jauh, di sisi tujuh orang dari orang-orang musyrik. Dia telah membunuh mereka, kemudian mereka membunuhnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri memandangi mayatnya, lalu berkata,”Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia dari golonganku dan aku dari golongannya.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membopongnya di atas kedua lengannya dan memerintahkan mereka agar menggali tanah untuk menguburnya.
Anas bertutur, “Kami pun menggali kubur, sementara Julaibib radhiallahu ‘anhu tidak memiliki alas kecuali kedua lengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga ia digalikan dan diletakkan di liang lahatnya.”
Anas radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah orang Anshar yang lebih banyak berinfak daripada istrinya. Kemudian, para tokoh pun berlomba melamarnya setelah Julaibib…”
Benarlah, “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (An-Nur: 52).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda, sebagaimana dalam ash-Shahih, “Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang engan itu?” Beliau bersabda, “Barangsiapa taat kepadaku, maka ia masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku berarti ia telah enggan.”
Di nukil dari, “90 Kisah Malam Pertama” karya Abdul Muththalib Hamd Utsman, edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta. alsofwah.or.id
Artikel www.Kisahmuslim.com

Utsman bin Affan Radhiallahu ‘anhu

Al-Hakim meriwayatkan dari Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu berkata, “Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seribu dinar ketika mempersiapkan pasukan al-’Usrah (pasukan perang Tabuk ketika masa sulit) lalu Utsman meletakkan seluruh dinar itu di pangkuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdurrahman berkata, ‘Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membalikkannya seraya bersabda,
مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هذَا اْليَوْمِ
Tidaklah akan membahayakan Utsman apapun yang dilakukannya setelah hari ini.’ Beliau mengatakannya beberapa kali.” (Dikeluarkan oleh al-Hakim, dan berkata, “Shahih isnad-nya, namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi.”).
Pada suatu riwayat lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
غَفَرَ اللهُ لَكَ يَا عُثْمَانُ مَا أَسْرَرْتَ وَمَا أَعْلَنْتَ وَمَا أَخْفَيْتَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلىَ أَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةُ
Semoga Allah mengampunimu wahai Utsman, apa yang engkau rahasiakan, apa yang engkau tampakkan dan apa yang engkau sembunyikan, serta apapun yang terjadi hingga Hari Kiamat.”
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَشْتَرِي لَنَا بِئْرَ رُوْمَةَ فَيَجْعَلُهَا صَدَقَةً لِلْمُسْلِمِيْنَ سَقَاهُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مِنَ اْلعَطَشِ فَاشْتَرَاهَا عُثْمَانُ فَجَعَلَهَا صَدَقَةً لِلْمُسْلِمِيْنَ
Barangsiapa membeli sumur ‘Rumah’ untuk kita lalu menjadikannya sebagai sedekah untuk kaum Muslimin, niscaya Allah akan memberikan kepadanya minum yang disebabkan kehausan pada Hari Kiamat,’ lalu Utsman membelinya kemudian dia menjadikannya sedekah untuk kaum Muslimin.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Adi dan Ibnu Asakir.).
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu perang, lalu pasukan kaum Muslimin mengalami kesulitan, hingga saya melihat kemalangan di wajah kaum Muslimin, dan kebahagiaan di wajah kaum munafik, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kondisi itu, beliau bersabda,
لاَ تَغِيْبُ الشَّمْسُ حَتىَّ يَأْتِيَكُمُ اللهُ بِرِزْقٍ
Demi Allah, tidaklah akan tenggelam matahari ini, hingga kalian mendapatkan rezeki dari Allah.
Lalu, Utsman radhiallahu ‘anhu mengetahui hal tersebut dan membeli empat belas tunggangan unta berisi makanan lalu dia mempersembahkan sembilan dari tunggangan tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau bersabda, “Gerangan apakah ini?” Para sahabat berkata, “Utsman yang telah mengirimnya kemari, lalu terlihatlah kebahagiaan di wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemalangan di wajah kaum munafik, lalu saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya kedua ketiak beliau untuk mendoakan Utsman dengan suatu doa yang belum pernah saya dengar beliau berdoa untuk seseorang sebelumnya dan setelahnya dengan doa tersebut, beliau berdoa,
اَللّهُمَّ اعْطِ عُثْمَانَ، اَللّهُمَّ افْعَلْ بِعُثْمَانَ
Ya Allah, berilah Utsman. Ya Allah, berbuat baiklah terhadap Utsman.” (Dikeluarkan oleh ath-Thabrani dan Ibnu Asakir dari Abu Mas’ud.)
Dinukil dari, “Keajaiban Sedekah dan Istighfar”, karya Hasan bin Ahmad bin Hasan Hammam, edisi terjemah, cetakan Pustaka Darul Haq (alsofwah.or.id)
Artikel www.KisahMuslim.com

Penghuni Surga, Karena Tidak Hasad

Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Esok harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .
Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’
Dia menjawab, ‘Silahkan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.
Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’
Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’
Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.”
Sumber: Az-Zuhdu, Ibnul Mubarak, hal. 220 (alsofwah.or.id)
Artikel www.KisahMuslim.com

Jenazahnya Dilindungi Lebah

     Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus 10 mata-mata yang dipimpin Ashim bin Tsabit al-Anshari kakek Ashim bin al-Khaththab. Ketika mereka tiba di daerah Huddah antara Asafan dan Makkah mereka berhenti di sebuah kampung suku Hudhail yang biasa disebut sebagai Bani Luhayan.

Kemudian Bani Luhayan mengirim sekitar 100 orang ahli panah untuk mengejar para mata-mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berhasil menemukan sisa makanan berupa biji kurma yang mereka makan di tempat istirahat itu. Mereka berkata, ‘Ini adalah biji kurma Madinah, kita harus mengikuti jejak mereka.’
Ashim merasa rombongannya diikuti Bani Luhayan, kemudian mereka berlindung di sebuah kebun. Bani Luhayan berkata, ‘Turun dan menyerahlah, kami akan membuat perjanjian dan tidak akan membunuh salah seorang di antara kalian.’ Ashim bin Tsabit berkata, ‘Aku tidak akan menyerahkan diri pada orang kafir.’ Lalu memanjatkan doa, ‘Ya Allah, beritakan kondisi kami ini kepada Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Rombongan Bani Luhayan melempari utusan Rasulullah dengan tombak, sehingga Ashim pun terbunuh. Utusan Rasulullah tinggal tiga orang, mereka setuju untuk membuat perjanjian. Mereka itu adalah Hubaib, Zaid bin Dasnah dan seorang lelaki yang kemudian ditombak pula setelah mengikatnya. Laki-laki yang ketiga itu berkata, ‘Ini adalah penghianatan pertama. Demi Allah, aku tidak akan berkompromi kepadamu karena aku telah memiliki teladan (sahabat-sahabatku yang terbunuh).’
Kemudian rombongan Bani Hudhail membawa pergi Hubaib dan Zaid bin Dasnah, mereka berdua dijual. Ini terjadi setelah peperangan Badar. Adalah Bani Harits bin Amr bin Nufail yang membeli Hubaib. Karena Hubaib adalah orang yang membunuh al-Harits bin Amir pada peperangan Badar. Kini Hubaib menjadi tawanan Bani al-Harits yang telah bersepakat untuk membunuhnya.
Pada suatu hari Hubaib meminjam pisau silet dari salah seorang anak perempuan al-Harits untuk mencukur kumisnya, perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-laki perempuan itu mendekati Hubaib bahkan duduk dipangkuannya tanpa sepengetahuan ibunya. Sementara tangan kanan Hubaib memegang silet. Wanita itu berkata, ‘Aku sangat kaget.’ Hubaib pun mengetahui yang kualami. Hubaib berkata, ‘Apakah kamu khawatir aku akan membunuh anakmu? Aku tidak mungkin membunuhnya.’
Wanita itu berkata, ‘Demi Allah aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Hubaib. Dan demi Allah pada suatu hari, aku melihat Hubaib makan setangkai anggur dari tangannya padahal kedua tangannya dibelenggu dengan besi, sementara di Makkah sedang tidak musim buah. Sungguh itu merupakan rizki yang dianugrahkan Allah kepada Hubaib.’
Ketika Bani al-Harits membawa keluar Hubaib dari tanah haram untuk membunuhnya, Hubaib berkata, ‘Berilah aku kesempatan untuk mengerjakan shalat dua rakaat.’ Mereka mengizinkan shalat dua rakaat. Hubaib berkata, ‘Demi Allah, sekiranya kalian tidak menuduhku berputus asa pasti aku menambah shalatku.’ Lalu Hubaib memanjatkan doa, ‘Ya Allah, susutkanlah jumlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka, sehingga tidak ada seorang pun dari keturunannya yang hidup,’ lalu mengucapkan syair:
Mati bagiku bukan masalah, selama aku mati dalam keadaan Islam
Dengan cara apa saja Allahlah tempat kembaliku
Semua itu aku kurbankan demi Engkau Ya Allah
Jika Engkau berkenan,
berkahilah aku berada dalam tembolok burung karena lukaku (syahid)
Lalu Abu Sirwa’ah Uqbah bin Harits tampil untuk membunuh Hubaib. Hubaib adalah orang Islam pertama yang dibunuh dan sebelum dibunuh melakukan shalat.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu para sahabat pada hari disiksanya Hubaib, bahwa kaum Quraisy mengutus beberapa orang untuk mencari bukti bahwa Ashim bin Tsabit telah terbunuh dalam peristiwa itu, mereka mencari potongan tubuh Ashim. Karena Ashim adalah yang membunuh salah seorang pembesar Quraisy. Tetapi Allah melindungi jenazah Ashim dengan mengirim sejenis sekawanan lebah yang melindungi jenazah Ashim, sehingga orang-orang itu tidak berhasil memotong bagian tubuh jenazah Ashim sedikit pun.” (HR. Al-Bukhari, no. 3989; Abu Dawud, no. 2660.)
Sumber: 99 Kisah Orang Shalih (alsofwah.or.id)
Artikel www.KisahMuslim.com

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian-3)

TANDA-TANDA HARI KIAMAT (BAGIAN-3)
Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Bahasan kali ini adalah lanjutan dari bahasan beberapa waktu lalu, yaitu berkenaan dengan masalah Iman kepada Hari Akhir atau Hari Kiamat. Dan kita sudah membahas tentang Tanda-Tanda akan Datangnya Hari Kiamat. Kali ini kita akan membahas satu bab, yaitu berkenaan dengan Banyaknya Fitnah.

Banyaknya Fitnah merupakan tanda akan segera terjadinya Hari Kiamat. Maka kita harus berhati-hati, waspada, meskipun hal ini sudah diberitakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, namun kewajiban kita adalah menghindarkan diri dari perkara-perkara yang membuat kita terjerembab ke dalam petaka, baik di dunia mapun di akhirat.
Bersama ini, kita akan membahas tentang Al Fitan (الفتن)
Fitan adalah kata jamak dari: Fitnatun (فتن), maknanya adalah Al Ibtila’ (الابتلاء). Dalam bahasa Indonesia disebut: Bala’, yang artinya adalah Ujian, Musibah, Imtihan, Fitnah.
Al Fitan atau Fitnah tidaklah muncul begitu saja. Dari dalil-dalil yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bahwa Fitnah itu muncul dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Tanda-tanda Hari Kiamat.
Banyak perkara yang harus kita ketahui tentang perkara Fitnah. Jangan lah dipahami kata “Fitnah” itu sebagaimana orang Indonesia memahaminya, yaitu “Fitnah” oleh orang Indonesia diartikan sebagai “Tuduhan”.
Padahal yang dimaksud dengan Al Fitan dalam bahasa Arab dan dalam bahasan kita kali ini, artinya adalah Bala’ (Ujian), yang tentunya kita sepakat tidak ingin tertimpa oleh Fitnah (Bala’) itu.
Oleh karena itu ada suatu do’a yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang sering kita baca dalam Sholat yakni ketika Tasyahud Akhir, dimana kita memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar dilindungi dari 4 perkara :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Alloohumma innaa na’uudzu bika min ‘adzaabi jahannama, wa a’uudzu bika min ‘adzzabil qobri, wa a’uudzu bika min fitnatil masiihid dajjaali, wa a’uudzu bika min fitnal mahyaa wal mamaat.
Artinya:
Ya Allooh, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, aku  berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah ad dajjaal dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian.”
(Hadits Riwayat Imam Muslim, dari ‘Abdullah bin Abbas رضي الله عنه)
Paling tidak, kita dalam sehari semalam 5 kali bermohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar terlindung dari Fitnah ketika kita hidup dan Fitnah ketika kita sudah mati.
Fitnah banyak macamnya. Maka harus kita ketahui :
  1. Apa itu Fitnah
  2. Apa Hikmah dari munculnya Fitnah
  3. Apa saja Wujud Fitnah atau Jenis-Jenis Fitnah
  4. Apa yang harus kita sikapi berkenaan dengan Fitnah itu
  5. Apa kiat agar kita terhindar dari Fitnah.
Lima perkara tersebut mungkin tidak akan selesai dalam bahasan kali ini, sebab dalam bahasan ini kita akan lebih memfokuskan kepada Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang berbagai Fitnah; yang sudah, yang sedang dan yang akan muncul pada kehidupan kita.
Pada Kitab bab pembahasan ke-3 (Al Mab-hatsuts Tsaaliitsu) “Al Fitan”, Pasal ke- 1:  At Tahdziiru minal fitan (Kewaspadaan terhadap Fitnah).
At Tahdziir artinya kewaspadaan agar kita terhindar. Maka hendaknya kita mengeta-hui, dan apabila sudah tahu maka janganlah dekat-dekat. Juga memberikan kewaspadaan agar kita tidak mendekat atau terjerembab, sehingga dengan demikian kita berusaha membuat jarak terhadap Fitnah-Fitnah sebagai berikut :
Syaikh ‘Umar Sulaiman Al Asyqor dalam Kitabnya yang berjudul Yaumul Akhir, memberikan kepada kita berbagai dalil.
Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 7449:
عن أَبُي زَيْدٍ عَمْرو بْنَ أَخْطَبَ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْفَجْرَ وَصَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى حَضَرَتِ الظُّهْرُ فَنَزَلَ فَصَلَّى ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى حَضَرَتِ الْعَصْرُ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَأَخْبَرَنَا بِمَا كَانَ وَبِمَا هُوَ كَائِنٌ فَأَعْلَمُنَا أَحْفَظُنَا

Artinya:
Dari Abu Zaid ‘Amr bin Akhthob رضي الله عنه, beliau berkata bahwa: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat shubuh bersama kami, kemudian naik keatas mimbar dan berkhutbah sehingga tiba waktu dhuhur, kemudian turun (dari mimbar) dan sholat, kemudian naik (mimbar) lagi dan kembali berkhutbah hingga tiba waktu ashar, kemudian turun untuk sholat, kemudian naik ke mimbar lagi dan berkhutbah hingga terbenam matahari. Dalam khutbah itu, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberitahu kami tentang apa yang akan terjadi (hingga hari kiamat), maka orang yang paling ‘aalim dari kami, maka dia lah yang paling hafal.”

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sampaikan kepada kita (dalam Hadits tersebut diatas) adalah termasuk hal-hal yang akan terjadi, yakni tentang perkara Fitnah.

Juga Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7445, Dari seorang Shohabat bernama Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه, beliau pun berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdiri di tengah-tengah para Shohabat dan beliau صلى الله عليه وسلم berkhutbah dan tidak ada satupun yang tertinggal dari apa yang akan terjadi sampai hari Kiamat, kecuali beliau صلى الله عليه وسلم sebutkan. Ada yang hafal dan ada yang lupa, (– bisa dimaklumi karena panjangnya khutbah tersebut –). Kemudian Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه menggambarkan ingat dan lupanya atas khutbah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut, seperti halnya seseorang itu mengingat orang. Tergambar wajahnya, lalu hilang dari pandangannya setelah sekian lama, lalu ketika terlihat wajah itu maka ia pun teringat kembali. Haditsnya adalah sebagai berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَقَامًا مَا تَرَكَ شَيْئًا يَكُونُ فِى مَقَامِهِ ذَلِكَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلاَّ حَدَّثَ بِهِ حَفِظَهُ مَنْ حَفِظَهُ وَنَسِيَهُ مَنْ نَسِيَهُ قَدْ عَلِمَهُ أَصْحَابِى هَؤُلاَءِ وَإِنَّهُ لَيَكُونُ مِنْهُ الشَّىْءُ قَدْ نَسِيتُهُ فَأَرَاهُ فَأَذْكُرُهُ كَمَا يَذْكُرُ الرَّجُلُ وَجْهَ الرَّجُلِ إِذَا غَابَ عَنْهُ ثُمَّ إِذَا رَآهُ عَرَفَهُ
Artinya:
Hudzaifah رضي الله عنه berkata, “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdiri di tengah-tengah kami dalam keadaan beliau صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan sesuatupun disitu, tentang apa yang akan terjadi hingga hari kiamat, kecuali Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengkhobarkannya. Hafal bagi yang hafal, lupa bagi yang lupa. Para Shohabat sungguh telah mengetahui perkara itu, dan sungguh aku telah lupa sesuatu darinya, sehingga aku pandang untuk aku sebutkan sebagaimana seseorang menyebut wajah seseorang ketika orang itu ghoib darinya. Kemudian ketika dia melihat (bertemu), maka dia akan mengenalnya.”
Berbagai Fitnah
Juga dari Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7444:
قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُ النَّاسِ بِكُلِّ فِتْنَةٍ هِىَ كَائِنَةٌ فِيمَا بَيْنِى وَبَيْنَ السَّاعَةِ وَمَا بِى إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَسَرَّ إِلَىَّ فِى ذَلِكَ شَيْئًا لَمْ يُحَدِّثْهُ غَيْرِى وَلَكِنْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ وَهُوَ يُحَدِّثُ مَجْلِسًا أَنَا فِيهِ عَنِ الْفِتَنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ يَعُدُّ الْفِتَنَ « مِنْهُنَّ ثَلاَثٌ لاَ يَكَدْنَ يَذَرْنَ شَيْئًا وَمِنْهُنَّ فِتَنٌ كَرِيَاحِ الصَّيْفِ مِنْهَا صِغَارٌ وَمِنْهَا كِبَارٌ
Artinya:
Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه berkata, “Demi Allooh, sungguh aku adalah manusia yang paling tahu tentang setiap fitnah yang terjadi antara aku sampai dengan hari Kiamat. Yang demikian itu, tidak lain kecuali karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberitahu padaku secara khusus tentang hal itu, yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak beritahukan (orang lain) selainku. Akan tetapi, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberitahu dalam suatu majlis tentang fitnah, sedangkan aku ada disitu. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda dalam keadaan menghitung (merinci) fitnah-fitnah, diantaranya adalah 3 (tiga) perkara yang tidak tertinggal, antara lain: Fitnah-fitnah (yang berbentuk) seperti angin yang menghempas di musim panas, ada Fitnah yang kecil, dan ada Fitnah yang besar.”

Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 328, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya:
Bersegeralah kalian beramal shoolih, sebelum terjadinya banyak fitnah. Dimana pada waktu itu Fitnah adalah bagaikan sebagian malam yang gelap. Pada pagi hari seseorang beriman, tiba-tiba di sore hari ia kaafir. Bisa jadi seseorang itu sore hari beriman, tetapi tiba-tiba esok paginya ia kaafir. Dia jual diennya dengan sebagian dari kenikmatan dunia.
Artinya sedemikian dahsyatnya godaan (fitnahnya) itu, sehingga membuat sedemikian cepatnya pikiran, hati, ‘aqiidah seseorang berubah, hanya di dalam hitungan jam. Sehinggaaqiidah pun dapat ditukar dengan dunia, seperti orang yang berjual-beli. Mungkin karena diberi uang, atau makanan, atau diberi pekerjaan, dan lain sebagainya.  Hal ini tidak mustahil. Di zaman sekarang ini, dimana orang sulit mencari pekerjaan; orang rela untuk menjual ‘aqiidahnya hanya karena diberi pekerjaan. Bayangkan, kalau seseorang kesana-kemari selalu ditolak untuk melamar kerja, lalu syaithoon yang datang menjadi “dewa penolong” baginya dengan menawarkan pekerjaan yang susah payah dicarinya, maka apabila orang tersebut buta mata hatinya, lemah imannya, maka tidak mustahil ia melepaskan ‘aqiidahnya. Siapa yang bertanggung-jawab? Kita harus berpikir tentang hal tersebut.
Saat ini mungkin kita bisa istiqoomah, tetapi kita harus juga memikirkan orang-orang di luar kita yang mereka itu adalah saudara kita juga. Tidak mustahil, di saat ini ada orang yang sedang kebingungan, apakah akan dilepaskan ‘aqiidahnya lalu ia tukar dengan dunia, ataukah ia akan istiqoomah, tetapi terancam keberlangsungan hidupnya.
Dan dalam Hadits lain yang semisal, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga menjelaskan bahwa menjelang Hari Kiamat akan muncul Fitnah-Fitnah, dimana seseorang pada pagi hari beriman, lalu di sore harinya ia kaafir. Dan sebaliknya, seseorang di sore harinya ia beriman, lalu pada pagi harinya ia kaafir. Mereka menjual ‘aqiidahnya dengan dunia.
Ada laki-laki Muslim yang menjual ‘aqiidah-nya karena diberi cinta oleh seorang wanita yang kaafir atau sebaliknya, seorang wanita Muslim menjual ‘aqiidah-nya karena diberi cinta oleh laki-laki kaafir.
Lalu dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7115 dan Imaam Muslim no: 7485, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ
Artinya:
Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga seseorang melewati kuburan orang yang sudah meninggal, dan orang yang melewati kuburan itu berkata: ‘Alangkah baiknya bila aku saja yang (mati) menempati kuburan ini’.

Maksudnya, orang itu ingin menjadi orang yang sudah lama mati seperti orang yang sudah dikubur itu. Orang dalam kubur itu sudah enak, sudah istirahat dari dulu, tidak mengalami Fitnah seperti yang dialami oleh orang-orang di zaman sekarang. Sampai sedemikian pikiran orang tersebut, karena tidak tahan dengan dahsyatnya realitas hidup di zaman sekarang ini, yang penuh dengan Fitnah. Dan perkara ini sudah terjadi.
Banyak terjadi di zaman sekarang, orang yang bunuh-diri, dan banyak orang kebingungan dalam menyikapi dan menapakkan kakinya, serta menentukan sikap apa yang semestinya dilakukan dalam menempuh kehidupannya, karena Fitnah yang melanda kehidupan ini sangat besar.
Lalu dalam Hadits riwayat Imaam Muslim no: 7486, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِى كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلاَّ الْبَلاَءُ

Artinya:
“Demi yang jiwaku di-Tangan-Nya, dunia tidak akan pergi (musnah / tidak akan tegak hari Kiamat), sehingga seseorang berjalan melewati kuburan lalu ia menggali tanah kuburan itu dengan tangannya (untuk mengubur diri-sendiri). Ia berkata: ‘Betapa seandainya aku menempati kubur orang ini’. Dan tidak ada dien ketika itu, kecuali bala’.
Bahkan dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2260, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
يأتي على الناس زمان الصابر فيهم على دينه كالقابض على الجمر
Akan datang pada manusia suatu zaman, (dimana) orang yang sabar diantara mereka dalam berpegang diatas dien-nya, bagaikan orang yang menggenggam bara api.”
Yang ini belum kita rasakan, mungkin generasi sesudah kita, anak-cucu kita. Tetapi hendaknya mulai sekarang kita berjaga-jaga bahwa itu akan terjadi menjelang Hari Kiamat. Dan kita menjaga agar terhindar dari hal tersebut, kita harus punya kiat-kiat bagaimana caranya supaya selamat dari Fitnah dunia ini.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7064 dan Imaam Muslim no: 6959, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه dan Abu Musa Al Asy’ary رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ أَيَّامًا يُرْفَعُ فِيهَا الْعِلْمُ وَيَنْزِلُ فِيهَا الْجَهْلُ وَيَكْثُرُ فِيهَا الْهَرْجُ وَالْهَرْجُ الْقَتْلُ
Artinya:
Sesungguhnya menjelang terjadinya hari Kiamat ada beberapa hari: ‘ilmu akan diangkat, dan turun pada zaman itu kebodohan, dan banyak pembunuhan.

Maksudnya, umat menjadi bodoh lagi. Dahulu di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabat, umat menjadi ber-‘ilmu (dien). Dan seterusnya, pada masa kejayaan Islam pun umat menjadi ber-‘ilmu (dien). Namun di zaman sekarang, kembali kepada kejaahilan (kebodohan) lagi dalam perkara dien sehingga ‘ilmu dien diangkat. Jadi jaahil (bodoh)-nya turun, lalu ‘ilmu dien nya akan diangkat.
Jahiil (bodoh) dalam hal ini, yang dimaksud adalah bodoh dalam perkara dienullooh. Mungkin banyak orang yang punya gelar Profesor, Doktor, dan seterusya, tetapi mereka jaahil (bodoh) tentang perkara dien. Tidak sholat, dan kalaupun sholat maka tata cara sholatnya tidak sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; lalu ada pula yang ‘aqiidahnya syirik (musyrik), perbuatannya tidak sesuai dengan batasan-batasan Syar’i, maka mereka itu tidak ada bedanya dengan hewan ternak.
Karena hidup orang tersebut hanyalah bagaimana ia mencari nafkah, bagaimana ia makan, istirahat, segar kembali dan esoknya ia kerja mencari nafkah lagi, demikian siklusnya. Peredaran hidupnya dari hari ke hari hanyalah seperti itu, bagaimana agar ia makan, istirahat, kerja lagi, makan lagi, demikian seterusnya. Tidak ada bedanya dengan kucing. Kita perhatikan, bahwa kucing itu kalau sudah kenyang maka ia akan bermalas-malasan, berjemur, lalu kalau lapar maka akan mencari makan lagi, tidur lagi, demikian seterusnya. Maka bila seseorang tidak  punya dien,  jaahil dalam perkara ‘ilmu syar’I, tidak beramal shoolih, tidak berhamba kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka sesungguhnya ia tidak punya makna dalam hidupnya.
Oleh karena itu, seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, yakni Imaam Al Hasan Al Bashry رحمه الله mengatakan bahwa: “Substansi dan esksistensi manusia itu diukur dengan ‘Ilmu (dien)-nya.
Yang dimaksud ‘Ilmu dalam hal ini adalah ‘Ilmu Syar’i, yakni ‘ilmu bagaimana agar manusia sebagai hamba Allooh سبحانه وتعالى mengetahui tentang Hak Allooh سبحانه وتعالى dan apa yang wajib dilakukannya dalam hidup ini.
Selanjutnya beliau, Imaam Al Hasan Al Bashry رحمه الله mengatakan : “Apabila tidak lagi ada ‘Ulama di atas permukaan bumi ini, maka manusia tidak ada bedanya dengan hewan ternak.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Maka hendaknya kita kembali kepada jalan Allooh سبحانه وتعالى, meniti ‘ilmu dien sesuai dengan apa yang disabdakan dan disunnahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebelum terjadinya berbagai Fitnah sebagaimana telah disebutkan dalam Hadits diatas. Karena sekarang justru yang terjadi dalam masyarakat kita itu adalah kebodohan dalam perkara dien, ‘ilmu semakin diangkat, para ‘Ulama semakin habis karena diwafatkan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Sementara yang marak justru adalah bagian dari bukti bahwa jaahil (kebodohan) itu semakin merajalela, ‘ilmu semakin ghoib, dan semakin banyak terjadinya pembunuhan manusia. Semua itu sekarang sudah terjadi. Lalu apa yang harus kita persiapkan untuk menghadapi Fitnah tersebut?
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 5577, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه. Anas رضي الله عنه berkata, “Sungguh akan aku ceritakan kepada kalian suatu Hadits yang tidak seorangpun dari kalian mendengarnya kecuali dariku. Aku mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَقِلَّ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا وَتُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ وَيَكْثُرَ النِّسَاءُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً قَيِّمُهُنَّ رَجُلٌ وَاحِدٌ
Diantara tanda hari kiamat, yaitu:
1)   Akan nampak kebodohan
2)   Ilmu diangkat
3)   Zina Nampak
4)   Khamr diminum
5)   Akan semakin sedikit bilangan laki-laki dan semakin banyak bilangan wanita, sehingga 50 wanita dipimpin (ditanggung) oleh seorang laki-laki.”
Keterangan:
‘Ilmu (dien) diangkat itu bukan berarti Al Qur’an-nya pergi dan Sunnah Rosuul-nya menghilang. Tidak, itu belum saatnya. Tetapi nanti itu pun akan terjadi. Dan akan kita ketahui pula melalui berbagai Hadits, bahwa apabila sudah sangat dekat sekali dengan Hari Kiamat maka Al Qur’an atau Kitab yang di dalamnya terdapat firman Allooh سبحانه وتعالى, atau tulisan Kitabullooh, semuanya akan menghilang. Yang tadinya kalau kita buka terdapat tulisan firman Allooh سبحانه وتعالى, maka pada saat itu tinggal kertas kosong belaka. Itu apabila Hari Kiamat tinggal beberapa saat saja.
Sekarang belum lah sampai fase itu, tetapi sekarang sudah mulai dengan fase dimana kejaahilan merajalela. Tidak seimbang antara jumlah orang yang faaqih dalam ‘ilmu (dien), para ‘Ulama (ahlul ‘ilmi) yakni mereka orang-orang yang shoolih, orang-orang yang mendalam dalam bidang dien (dimana mereka itu satu per satu oleh Allooh سبحانه وتعالى diwafatkan); dengan jumlah orang-orang yang jaahil dalam perkara dien.  Hal ini menunjukkan bahwa kejaahilan itu berpeluang untuk menyebar ke berbagai penjuru dunia. Itulah bagian dari tanda-tanda Hari Kiamat.
Semakin banyak perbuatan zina.
Sekarang sudah terjadi. Kalau kita cermati, diberitakan juga di radio, bahwa di daerah Bali dikeluarkan peraturan bahwa setiap PSK harus mempunyai surat keteranagan Bebas Virus HIV. Jadi yang diberantas itu hanyalah sebatas urusan penyakitnya. Bukan diberantas penyebab penyakitnya, yaitu zinanya. Karena di daerah pantai-pantai di sana malah disediakan, disajikan, dan dipersiapkan pelayanan untuk berzina. Bayangkan, bila zina sudah marak seperti itu, maka itu lah tanda-tanda hari Kiamat. Zina sudah diperbolehkan. Istilah “lokalisasi” itu artinya adalah diperbolehkannya perzinahan di lokasi atau tempat tertentu.
Hal ini adalah tidak sesuai dengan tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan tergolong perkara yang berat dalam Syari’at, karena menghalalkan apa yang Allooh سبحانه وتعالى haromkan.
Semakin hari semakin banyak minuman khomer.
Minuman khomr itu tidak akan ada, kalau tidak ada peminumnya. Semakin banyak peminumnya, maka produk minuman khomr itu pun semakin banyak. Pabrik-pabrik khomr malah sekarang justru semakin tumbuh, dan semakin banyak di negara kita (yang katanya umat Islamnya mayoritas). Beberapa pabrik minuman keras (khomr) bahkan sedang diproses untuk didirikan. Dan kalau itu sudah jadi, maka produksi minuman keras (khomr) akan semakin banyak. Itu semua bagian dari Fitnah yang muncul di tengah-tengah kita pada zaman sekarang ini. Hal tersebut bukannya membawa kebaikan, melainkan akan semakin memburuk.
Bilangan laki-laki semakin sedikit.
Maksudnya, jumlah laki-laki semakin berkurang jika dibandingkan dengan jumlah perempuan. Pertumbuhan perempuan akan semakin banyak. Sampai dengan lima puluh wanita berbanding satu orang laki-laki. Itu disebabkan oleh beberapa perkara yang insya Allooh juga akan kita bahas dalam kajian ini.
Dalam Hadits Riwayati Imaam Al Hakim no: 8392, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ash Shoghiir no: 3810 dan dalam Kitab Silsilah Hadits Shohiih no: 1682, Dari Shohabat Abu Muusa Al Asy’ary رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
عن أبي موسى الشعري رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : أخاف عليكم الهرج قالوا : و ما الهرج يا رسول الله ؟ قال : القتل قالوا : و أكثر مما يقتل اليوم إنا لنقتل في اليوم من المشركين كذا و كذا فقال النبي صلى الله عليه و سلم : ليس قتل المشركين و لكن قتل بعضكم بعضا قالوا : و فينا كتاب الله ؟ قال : و فيكم كتاب الله عز و جل قالوا : و معنا عقولنا ؟ قال : إنه ينتزع عقول عامة ذلك الزمان و يخلف هباء من الناس يحسبون أنهم على شيء و ليسوا على شيء
Artinya:
Aku takut pada kalian Al Haroj.”
Para Shohabat bertanya, “Apakah Al Haroj itu, ya Rosuulullooh?”
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Pembunuhan.”
Para Shohabat bertanya, “Berapa banyak hari ini yang dibunuh? Sungguh kami membunuh orang-orang Musyrikin sehari sekian dan sekian.”
Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Bukan membunuh orang Musyrikin, tetapi kalian saling membunuh satu sama lain.”
Para Shohabat bertanya, “Bukankah ditengah-tengah kita ada Kitabullooh (Al Qur’an)?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Ditengah-tengah kalian ada Kitabullooh.”
Para Shohabat bertanya lagi, “Apakah kami masih punya akal?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Pada zaman itu, umumnya akal akan dicabut, lalu disusul oleh manusia yang hina dimana mereka mengira bahwa mereka diatas sesuatu, padahal mereka tidak diatas sesuatu”.
Bukankah hal tersebut telah terjadi di zaman kita sekarang? Dimana pembunuhan itu bukan lah karena kaum Muslimin memerangi orang-orang musyrikin, melainkan pembunuhan terjadi karena sebagian dari kaum Muslimin membunuh sebagian kaum Muslimin yang lainnya. Sampai-sampai seseorang itu membunuh tetangganya, membunuh saudaranya, membunuh pamannya, membunuh anak pamannya. Manusia mengira bahwa mereka itu membunuh diatas peraturan yang benar, padahal sebenarnya tidak. Fitnah ini telah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Juga Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7487, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يَدْرِى الْقَاتِلُ فِى أَىِّ شَىْءٍ قَتَلَ وَلاَ يَدْرِى الْمَقْتُولُ عَلَى أَىِّ شَىْءٍ قُتِلَ
Demi yang jiwaku di dalam genggaman-Nya, sungguh benar akan datang kepada manusia suatu zaman, dimana orang yang membunuh itu tidak tahu di jalan apa ia membunuh, bahkan yang dibunuh pun tidak tahu mengapa ia dibunuh.
Maksudnya, sebab ia membunuh itu ia tidak tahu, dan yang dibunuh pun juga tidak tahu mengapa ia sampai dibunuh.
Yang dimaksudkan adalah banyaknya pembunuh bayaran. Ia disuruh membunuh seseorang dengan bayaran tertentu, dan tidak tahu mengapa orang tersebut harus dibunuhnya. Apakah hal ini sudah terjadi di zaman sekarang?  Kalau jawabannya: Sudah, maka berarti Kiamat tinggal beberapa saat lagi.
Lalu mengapa jumlah wanita semakin besar dan jumlah laki-laki semakin sedikit?
1.    Karena Allooh سبحانه وتعالى menakdirkan kebanyakan bayi yang lahir itu adalah perempuan.
2.    Karena banyaknya peperangan. Karena yang maju perang itu adalah laki-laki, dan mereka banyak terbunuh, sehingga yang masih hidup itu kebanyakan adalah perempuan yang tidak ikut berperang.
3.    Banyak terjadi pembunuhan, dan itu menimpa laki-laki.
Dari Kitab Hujjatullooh, Fitnah itu ada beberapa jenis :
1. Fitnah yang ada pada diri sendiri
Dirinya sendiri sudah merupakan Fitnah. Misalnya, seseorang yang hatinya keras, membatu. Diajak kepada kebenaran itu, ia tidak mau. Bila diberitahukan Hadits yang shohiih, yang benar, maka ia tidak mau percaya.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Hakim no: 319, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ash Shoghiir no: 5248, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إني قد تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما : كتاب الله و سنتي
Artinya:
Sungguh aku tinggalkan diatas kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada dua perkara itu, maka kalian tidak akan sesat selama-lamanya. Itulah Kitabullooh (Al Qur’an) dan Sunnah-ku (Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم).

Maka kalau kita ingin selamat, berpeganglah kepada Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Tetapi ada orang yang karena hatinya sudah membatu, keras seperti batu; ketika diberi tahu bahwa yang benar adalah ini Al Qur’an dan As Sunnah, maka ia tidak mau bahkan mengolok-olok.
Yang seperti itu sudah terjadi di tengah-tengah kita. Dan orang seperti itu sudah terjangkit Penyakit Fitnah. Mudah-mudahan kita terhindar dari penyakit itu.
Fitnah pada diri sendiri itu terjadi, adalah karena:
a.    Tidak punya rasa malu. Semua yang dia mau, ia kerjakan.
b.    Akalnya.
Akal juga bisa menjadi Fitnah, antara lain dengan Ghuruur (membanggakan  akalnya, kepandaiannya, kemampuan dirinya sendiri).
c.    Tabi’atnya.
Misalnya seorang yang bertabi’at seperti hewan, hidupnya hanya lah untuk makan, tidur, tidak mau beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Ada juga orang yang sabu’iyah, kerjanya hanyalah menyerang orang lain. Orang yang ada didekatnya harus dikalahkannya. Orang yang demikian itu di zaman sekarang disebut: Preman (Premanisme).
2. Fitnah Keluarga
Misalnya: Ada seorang laki-laki yang rajin mengaji, dan beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى; tetapi isterinya malah tidak mau diajak mengaji, tidak mau diajak beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Atau sebaliknya, istrinya yang rajin mengaji dan beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, namun suaminya yang tidak. Maka itulah Fitnah Keluarga. Karena masing-masing sibuk, sehingga antara suami-isteri tidak ada komunikasi dengan baik, sehingga ketika si isteri diajak beribadah, diajak kepada kebaikan, maka si isteri tidak mau. Itulah Fitnah keluarga.
3. Fitnah rusaknya sistem pengaturan negeri (kota)
Tamaknya manusia untuk merebut jabatan dengan cara yang tidak benar.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 8281, dari Shohabat Jaabir رضي الله عنه, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِى التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
Artinya:
Sungguh Syaithoon sudah putus asa dari disembah oleh orang-orang di Jazirah Arab, tetapi yang syaithoon masih punyai adalah kesempatan untuk mengadu-domba antara mereka satu sama lain.
Oleh karena itu kita tidak boleh mudah terpancing, semua harus dengan hati yang lapang. Apa pun permasalahannya, hendaknya Al Qur’an dan As Sunnah menjadi menjadi Tahkim (Dasar Hukum) -nya. Kembalikan lah semua persoalan itu kepada keputusan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم.

4.Fitnah yang terjadi sepeninggal para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sepeninggal para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka berbagai perkara dan urusan dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya, sehingga tidak lagi berjalan secara tegak diatas Al ‘Ilmu, kemudian  mereka menyepelekan para penguasanya, dan semaki banyak orang-orang jaahil dalam perkara dien, dan juga tidak ditegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar; sehingga zaman itu tidak ada bedanya dengan zaman Jahiliyah.
Tidak ada satu Nabi kecuali Nabi itu mempunyai Hawaary (pembela, penolong).  Kalau para pembela Sunnah sudah semakin langka, dan amar ma’ruf nahi munkar pun semakin langka, maka tunggulah kerusakan dunia ini.
5. Fitnah yang sangat membelenggu
Perubahan yang terjadi pada manusia, yang semestinya ia adalah “manusia”, tetapi berubah bukan lagi menjadi “manusia”. Orang yang paling suci dan paling zuhud dari mereka, sekarang sudah mulai berubah dan bergeser nilai-nilai kehidupannya kepada mengikuti tabi’at-tabi’at yang tidak benar. Kebanyakan dari manusia menjalani kehidupannya adalah laksana hewan. Yang kuat memangsa yang lemah.
6. Fitnah dengan kejadian-kejadian angkasa (udara)
Adanya suatu peringatan keras, adanya kerusakan umum akibat bencana angin topan, berupa banyak penyakit menular, adanya banyak gerhana-gerhana, udara yang tersebar di berbagai negeri (Global Warning).
Masih banyak lagi Fitnah-fitnah yang lain, yang insya Allooh akan dijelaskan di kajian yang mendatang.
Namun perlu disampaikan sebuah Hadits yang penting untuk diketahui oleh kita semua, yaitu :
Dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 18402, dari Shohabat An Nu’man bin Basyiir رضي الله عنه, dan berkata Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth رحمه الله bahwa sanad hadits ini Hasan, dan Hadit ini di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab Silsilah Hadits Shohiih no: 5, bahwa: “Dari An Nu’man bin Basyiir رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ
Artinya:
Kenabian ditengah-tengah kalian akan berlangsung sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى kehendaki, kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Khilaafah diatas pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم, kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Kerajaan yang menggigit (– turun temurun –pent.), kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian adalah Kerajaan Jabriyyah (tirani), kemudian Allooh سبحانه وتعالى angkat jika Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Kemudian Khilaafah diatas Pedoman Nabi صلى الله عليه وسلم.” Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diam.”
Jadi akan ada satu kali lagi masanya dimana kaum Muslimin dipimpin oleh Khilaafah yang berada diatas pedoman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebelum Hari Kiamat nanti. Apabila hal itu sekarang belum terjadi, maka insya Allooh pasti akan terjadi karena hal tersebut sudah dikhobarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Oleh karena itu kaum Muslimin, jangan lah pesimistis terhadap carut marutnya kondisi yang ada pada zaman kita sekarang ini. Tetaplah optimis, senantiasa berpegang teguh pada Al Haq, istiqoomah diatasnya, dan berdakwah kepada orang-orang lain disekitar kita tentang kebenaran Al Islam. Walaupun, bisa jadi kita sekarang hidup di zaman dimana kaum Muslimin berada dalam kejaahilan dan kelemahan, tetapi yakinlah akan janji Allooh سبحانه وتعالى bahwa suatu saat nanti kaum Muslimin akan dimenangkan lagi oleh Allooh سبحانه وتعالى.
TANYA JAWAB

Pertanyaan :
1.    Tentang Fitnah.
Dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 28 disebutkan:
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya:
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai (fitnah) cobaan dan sesungguhnya di sisi Allooh-lah pahala yang besar.”
Apakah yang dimaksud Fitnah dalam hal ini?
2.    Lalu ada sementara orang yang mengatakan bahwa: “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan”. Apa yang dimaksud dengan Fitnah disini ?
3.    Bagaimana pula dengan yang dimaksud dengan ayat Al Qur’an yaitu: Zuyyinalinnaasi hubbusysyahwaati minannisaa’ wal baniin”?

Jawaban:
1.    Benar. Bahkan harus kita pahami bahwa isi dunia ini, dan hidup kita di alam semesta ini juga merupakan bagian dari Fitnah.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Mulk (67) ayat 1 dan 2:
Ayat 1:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
Maha Suci Allooh Yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,”
Ayat 2:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”
Maka apa yang ada di sekitar kita ini semuanya adalah Fitnah (ujian) bagi diri kita, baik ujian berupa harta, isteri, anak. Semua itu adalah Fitnah (ujian) semata-mata. Apakah kita ini tergolong orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى ataukah tidak.
2. Sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 191:
َالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
(Al Fitnatu asyaddu minal qotlu)

Artinya:
Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.”
Maka sebenarnya perbuatan itu adalah akibat dari seseorang melakukan kesalahan, sehingga ahirnya menjadi suatu Fitnah. Kemudian Fitnah itu lebih berbahaya, dan lebih besar dibandingkan dari sekedar pembunuhan. Semua itu menjelaskan betapa kompleksnya perkara Fitnah.
Tetapi yang dimaksud dalam hal ini, adalah ketika seseorang itu tidak memahami bahwa segala hal didalam hidupnya adalah suatu Fitnah (Ujian) semata-mata dari Allooh سبحانه وتعالى untuk menguji apakah ia tergolong orang beriman ataukah tidak, yang kemudian semestinya ia berusaha untuk mencari kiat yang benar agar bagaimana dirinya dapat mengantispasi Fitnah (Ujian) tersebut; maka tentulah ia dengan mudahnya akan terjebak ke dalam Fitnah.

3. Tetapi manusia memang pada dasarnya suka dengan Fitnah. Itu fitroh manusia. Seperti dikatakan dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 14 :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allooh-lah tempat kembali yang baik (surga).

Benar, manusia itu fitrohnya memang pada dasarnya adalah cinta dengan harta, cinta isteri, cinta anak, cinta keluarga, yang semuanya itu sebenarnya merupakan Fitnah (ujian) bagi dirinya.
Oleh karena itu, kita harus punya kiat, dan strategi agar Fitnah tersebut bisa kita antisipasi, sehingga kita bisa lulus darinya.
Setiap diri kita pasti akan berhadapan dengan Fitnah (ujian). Karena Fitnah adalah bagian dari kehidupan kita. Yang penting adalah bagaimana memposisikan Fitnah (ujian) tersebut, agar dapat mengatasinya sesuai dengan petunjuk Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Pertanyaan :
Selain menjaga diri dari Fitnah, bagaimana dengan menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar ?

Jawaban:
Justru kalau kita tidak menegakkan tonggak-tonggak dan panji-panji Amar Ma’ruf Nahi Munkar, berarti kita rela dengan realitas bahwa Fitnah akan semakin memburuk kondisinya. Dan hal itu mengakibatkan do’a kita sering tidak dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Bisa jadi do’a kita sering tidak terkabul itu adalah karena kita tidak menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Ketika ada kemungkaran maka kita diam saja. Kita tidak tergerak untuk mengubah kemungkaran itu. Maka jangan salahkan siap-siapa kalau kita berdo’a lalu tidak dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Karena diantara hukuman tidak menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah tidak diijabahnya do’a orang tersebut.
Dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2169 dari Shohabat Hudzaifah رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
والذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا منه ثم تدعونه فلا يستجاب لكم
Artinya:
Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran atau (kalau kalian tidak lakukan, maka pasti) Allooh akan menurunkan siksa kepada kalian, hingga kalian berdoa kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan.”
Antara lain hal itu adalah karena mereka tidak menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Oleh karena itu, Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus lah kita tegakkan. Marilah kita bersama-sama saling tolong-menolong dalam kebaikan dan Taqwa.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 53 dan Imaam Ibnu Hibban no: 305, dan Syaikh Syuaib al Arnaa’uth رحمه الله mengatakan bahwa sanad hadits ini shohiih sesuai denga syarat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, bahwa Abu Bakar As Siddiq رضي الله عنه berkata :
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ وَتَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَا وَضَعَهَا اللَّهُ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ } سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَهُمْ فَلَمْ يُنْكِرُوهُ يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَاب
Artinya:
Wahai manusia, kalian membaca ayat ini, sedangkan kalian tempatkan (ayat tadi) bukan pada tempatnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allooh lah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan). (QS. Al Maa’idah (5) ayat 105)
“(Padahal) Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya manusia jika melihat kemungkaran diantara mereka, kemudian tidak memungkirinya, maka Allooh سبحانه وتعالى hampir-hampir akan melanda mereka dengan hukuman.”
Yang dimaksud oleh Abu Bakar As Siddiq رضي الله عنه, bahwa seolah-olah QS. Al Maa’idah ayat 105 itu menyuruh agar kita mementingkan diri sendiri. Itulah yang dipahami oleh umumnya manusia, bahkan oleh sebagian Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga. Namun Abu Bakar As Siddiq رضي الله عنه menjelaskan bahwa pemahaman tersebut keliru, karena ia mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memperingatkan bahwa bila manusia tidak saling mencegah kemungkaran diantara mereka maka hal itu justru mempercepat turunnya hukuman Allooh سبحانه وتعالى.
Jadi ma’shiyat adalah saham menuju mempercepat turunnya hukuman Allooh سبحانه وتعالى. Oleh karena itu, hendaknya kita harus punya gairah untuk mencegah kemungkaran.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 13 Muharrom 1429 H – 21 Januari 2008 M

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian-2)

TANDA-TANDA HARI KIAMAT (BAGIAN-2)
Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Tentang tanda-tanda Kiamat dari Kitab Al Yaumul Akhir yang ditulis oleh Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, kita sudah bahas pada pertemuan terdahulu, sudah sampai nomor 2. Maka untuk kali ini kita akan bahas Tanda-tanda Kiamat dari Kitab tersebut pada nomor berikutnya yaitu nomor 3.
Berkenaan dengan tanda Kiamat yang pertama (dari kitab tersebut), Pertama: Kemenangan dan Kedua: Nabi Palsu. Untuk yang pertama: tentang Kemenangan, wahyu Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan kepada kita, bahwa Islam ini akan mempunyai masa depan dan bahwa masa depan Islam itu ada di tangan kaum Muslimin. Oleh karena itu orang-orang kaafir jauh-jauh hari sudah khawatir.
Tentang Kemenangan
Dalam Hadits riwayat Imaam Muslim no: 7440, Dari Shohabat Tsauban رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا ….
Artinya:
“Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى telah membentangkan kepadaku bumi, aku lihat bagian timurnya dan bagian baratnya. Umatku akan sampai ke pelosok dimana aku melihat dari bagian bumi itu.”
Dalam Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no: 7440 dari salah seorang Shohabat bernama Tsauban رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا
Artinya:
Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى membentangkan bumi kepadaku lalu aku lihat timurnya dan baratnya, dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya (kerajaannya) kepada apa yang telah dibentangkan kepadaku”.
Maksudnya, umat Islam kelak akan tersebar sampai pada setiap pelosok bumi yang telah diperlihatkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yaitu di seluruh muka bumi.  Bukan hanya besarnya jumlah umat Islam, bahkan dikatakan dalam Hadits tersebut bahwa Kekuasaan Islam itu sampai di Timur dan di Barat. Maka hendaknya dipahami, kalau hal itu belum terjadi maka insya Allooh akan terjadi.
Selanjutnya dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7440 tersebut, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ
Artinya:
Aku diberi dua simpanan berharga yang terpendam yaitu Al Ahmar (– para ulama mengartikan emas –), dan Al Abyad (– maksudnya perak –)”.
Hadits tersebut menjelaskan kepada kita tentang kemenangan-kemenangan pada masa yang akan datang.
Dalam Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 8326 dan Imaam Hibban رحمه الله dalam Shohiihnya no: 6701, dari Shohabat Tamim Ad Daari رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ليبلغن هذا الأمر مبلغ الليل و النهار و لا يترك الله بيت مدر و لا وبر إلا أدخله هذا الدين بعز عزيز أو بذل ذليل يعز بعز الله في الإسلام و يذل به في الكفر (قال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الصحيح
Artinya:
Sesungguhnya perkara dien ini (Islam), benar-benar sungguh akan sampai kepada belahan bumi yang terjangkau oleh malam dan siang. Allooh tidak akan membiarkan darat atau lautan-Nya kecuali Allooh akan memasukkan Islam dengan keperkasaan orang yang perkasa yang memperjuangkan Islam, atau dengan kehinaan yang dengan kehinaan itu orang-orang kaafir menjadi terhina.
Maksudnya, di belahan bumi mana saja, dimana malam bisa menjangkau belahan bumi itu maka Islam akan sampai di situ. Oleh karena itu, kita sebagai muslim hendaknya optimis bahwa sebenarnya masa depan dunia ini ada di tangan Islam.
Tentang Nabi palsu, dalam kitab tersebut sudah dijelaskan tentang adanya Dajjaalun, Kadzaabun (pendusta-pendusta yang sangat ulung) dan bilangannya dekat dengan bilangan 30 (tigapuluh). Semua mereka mengaku sebagai Utusan Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3609 dan Imaam Muslim no: 7526, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَقْتَتِلَ فِئَتَانِ فَيَكُونَ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
Artinya:
“Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga dua kelompok orang saling berperang dan berakibat terbunuhnya banyak orang, padahal apa yang mereka seru sebetulnya satu. Dan tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai Allooh سبحانه وتعالى bangkitkan di tengah-tengah mereka para Dajjal, para pendusta, lebih dekat bilangannya dari 30 orang, semua mereka mengaku bahwa dia adalah utusan Allooh”.
Itulah tanda-tanda hari Kiamat, karena pada awal Haditsnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mensabdakan bahwa tidak akan terjadi hari Kiamat kecuali sampai tanda-tanda yang dijelaskan diatas.
Tanda-tanda hari Kiamat berikutnya:
3) Jika Suatu Perkara sudah Dilimpahkan kepada Orang yang Bukan Ahlinya
Apabila suatu perkara sudah dipegang oleh orang yang tidak kompeten atau tidak legitimate, maka itulah bagian dari tanda hari Kiamat.
Diantara dalil tentang hal itu, adalah:
Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 59 :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Artinya:
Dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه yang berkata bahwa ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berada dalam suatu majlis, beliau صلى الله عليه وسلم sedang berbicara kepada para Shohabat, lalu datanglah seorang A’robi (Arab dari gunung) yang bertanya: “Kapankah Kiamat?”
Tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menanggapi pertanyaan orang itu. Beliau صلى الله عليه وسلم sebenarnya mendengar pertanyaan itu, tetapi tidak suka dengan apa yang didengarnya. Begitu tanggapan sebagian para Shohabat. Tetapi Abu Hurairoh رضي الله عنه mengatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memang belum mendengar, sebab kalau sudah mendengar pasti akan ditanggapi.
Sampai kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berbicara, lalu sabda beliau صلى الله عليه وسلم: “Manakah orang yang bertanya tadi?”.
Orang A’robi itu berkata : “Ini, saya ya Rosuulullooh”.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kepercayaan (amanah) telah dilalaikan (disia-siakan, dikhianati) maka itu tanda Kiamat akan terjadi”.
Orang A’robi itu bertanya lagi: “Ya Rosuulullooh, amanah disia-siakan itu kapan dan bagaimana caranya?
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: Jika suatu amanah dilimpahkan, diberikan, dibebankan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak berkompeten), maka Kiamat akan segera terjadi”.
Kalau kita pandang dari sudut management, itulah yang disebut professional. Bahwa orang yang tidak punya kompetensi dalam bidang apa pun, maka ia tidak berhak untuk menyandang amanah. Apalagi di zaman dimana orang berkata tentang professionalisme seperti di zaman sekarang ini, maka amanah selayaknya tidak diberikan dan dibebankan kepada pihak yang tidak kompeten atau tidak professional.
Banyak sekali hal-hal yang berkenaan dengan amanah yang diselewengkan, orang yang sebenarnya tidak berhak dalam suatu bidang, tetapi ia menggeluti bidang itu. Misalnya:
Seorang Ustadz yang bidangnya adalah Ilmu Syar’i, tetapi karena ia kebetulan menjadi anggota DPR, DPRD atau partai politik, maka ia lalu terpaksa menggali, mengkaji masalah-masalah yang sebenarnya bukan lah bidangnya. Akhirnya Ustadz itu habis waktunya, bukan untuk menelaah perkara-perkara Ilmu Syar’i yang menjadi bidangnya, tetapi waktunya adalah untuk mempelajari dan menelaah bidang-bidang yang menjadi tuntutan tugas pekerjaannya saat itu.
Banyak lagi orang-orang yang tidak kompeten, yang karena nepotisme, kekerabatan, ke-kolegaan, lalu orang itu diangkat untuk mengurus perkara-perkara yang bukan bidangnya. Akibatnya bukannya semakin maju berkembang, tetapi malah yang terjadi adalah mundur atau jalan di tempat.
Contoh-contoh diatas, pada zaman sekarang ini menjadi lumrah, biasa terjadi. Seorang yang berprofesi bukan sebagai seorang mubaligh, tetapi karena ia sering membaca internet (– dan sekarang buku-buku dan kitab itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga ia mampu beli dan membacanya –) kemudian sedikit-sedikit ia pun mencoba menjadi khotib, sekali dua kali, akhirnya menjadi Ustadz.
Ada juga seorang pemain musik, bahkan dahulunya tukang joget dangdut, lalu tiba-tiba ia menjadikan dirinya sebagai Ustadz.
Lalu ada lagi pemain sinetron yang kemudian merubah dirinya menjadi Ustadz.
Dari ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash  رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو مَارٌّ بِنَا إِلَى الْحَجِّ فَالْقَهُ فَسَائِلْهُ فَإِنَّهُ قَدْ حَمَلَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عِلْمًا كَثِيرًا – قَالَفَلَقِيتُهُ فَسَاءَلْتُهُ عَنْ أَشْيَاءَ يَذْكُرُهَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ عُرْوَةُ فَكَانَ فِيمَا ذَكَرَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنَ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِى فِى النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالاً يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ
Artinya:
Sesungguhnya Allooh tidak akan mencabut ‘ilmu begitu saja dari manusia, tetapi Allooh mencabut ‘ilmu itu melalui dimatikannya para ‘Ulama, sehingga jika tidak tersisa satu ‘alim pun, maka orang akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Jika mereka ditanya, maka mereka akan berfatwa tanpa ‘ilmu, sehingga mereka akan sesat dan menyesatkan orang lain.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 6974)
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  bersabda,
إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عن الأصاغر
Diantara ciri hari Kiamat, adalah ‘ilmu diambil dari Ahlul Bid’ah.”
(Hadits Riwayat Imaam At Thobrony رحمه الله, dan di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)
Itulah sebagian contoh dari perkara-perkara yang sebetulnya tidak boleh diemban oleh orang-orang yang bukan ahlinya, tetapi karena sudah menjadi trendy yang tak terkendali, maka perkara ini pun merebak di masyarakat kita. Padahal mereka adalah orang-orang yang belum lah kompeten di bidang Ilmu Syar’ie, namun menempatkan dirinya sebagai Ustadz atau Da’i. Kalau fenomena seperti ini terus-menerus berjalan, dikhawatirkan pemahaman tentang dien pada masa yang akan datang menjadi sangat rentan. Karena masing-masing orang mempunyai pemahaman sesuai dengan latar belakangnya yang berbeda-beda.
Sangat lah ironis, seharusnya ilmu tentang dien dipelajari berdasarkan suatu sistem dan metodologi Talaqqii (belajar dari guru),  dan guru itu harus seperti yang dikatakan oleh Imaam Al Bukhoory رحمه الله, kata beliau: “Aku mengambil Hadits dan meriwayatkan Hadits dari tidak kurang dari 1000 (seribu) orang guru. Semua guru itu mengatakan: ‘Iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
Itu menunjukkan bahwa guru beliau رحمه الله semuanya adalah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah.
Imaam Maalik رحمه الله, yakni guru dari Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله, beliau berkata, “’Ilmu (dien) itu tidak boleh diambil dari 4 (empat) jenis orang, yakni:
1. Orang bodoh walaupun banyak meriwayatkan Hadiits
2. Ahlul Bid’ah yang menyeru pada ke-Bid’ahannya
3. Orang yang berdusta dalam pembicaraan dengan manusia, betapapun aku tidak menuduhnya berdusta atas nama Rosuul,
4. Orang yang shoolih, ahlil ibaadah, mempunyai keutamaan; tetapi tidak hafal apa yang diriwayatkannya.”
Imam Maalik رحمه الله mengatakan bahwa ‘Ilmu dien itu tidak lah boleh diambil dari 4 jenis orang, antara lain yakni dari orang yang bergelimang dalam Bid’ah. Apalagi kalau ia menyuruh orang lain untuk berbuat Bid’ah, maka orang tersebut tidak boleh dan tidak berhak untuk dijadikan guru. Dan apabila ia mengajar, maka ia tidak berhak untuk diambil ‘ilmunya.
Zaman sekarang ada sebagian orang yang justru belajar ilmu Syar’i tentang Firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Al Qur’an dan Hadits) itu belajarnya dari orang-orang kaafir, belajar dari orang-orang orientalis. Padahal mengambil ilmu dari Ahlul Bid’ah (yang notabene ia masih muslim) saja adalah tidak boleh. Bagaimana pula kalau mengambil ilmunya dari orang-orang kafir, orang-orang orientalis; yaitu orang-orang yang jelas-jelas tidak senang dengan Islam?
Itu berarti termasuk orang-orang yang meletakkan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya. Banyak sekali contoh-contoh seperti ini di dalam masyarakat yang mengakibatkan  kejadian-kejadian di masa datang. Kalau Islam sudah dipelajari dari orang-orang kaafir, maka muncul lah seperti apa yang terjadi di zaman sekarang ini, adanya Islam Liberal (JIL), ada lagi Islam-nya hasil pemikiran dan lain sebagainya, yang menyebabkan orang-orang yang awam terkecoh.
Bukankah hal ini sekarang sudah banyak terjadi? Orang banyak kesibukan, bisnis, rapat, seminar atau pun lain-lainnya, sehingga urusan dunia didahulukan dan sholat malah diakhirkan.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah dalam Sunannya no: 1257, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari salah seorang Shohabat yaitu ‘Ubadah bin Ash Shoomit رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
سيكون أمراء تشغلهم أشياء . يؤخرون الصلاة عن وقتها . فاجعلوا صلاتكم معهم تطوعا
Artinya:
Akan muncul para Penguasa (Pemerintah) yang disibukkan oleh berbagai urusan, sehingga mereka mengakhirkan sholat dari waktunya maka jadikanlah sholat kalian bersama mereka adalah sholat Sunnah.”
Tentu lah ada hikmahnya, yaitu adanya kekhawatiran berpengaruh pada sah dan tidak sah-nya suatu sholat.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 4907 dan Imaam Abu Daawud no: 4762, dari Ummu Salamah رضي الله عنها (istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ. لاَ مَا صَلَّوْا
Artinya:
Akan ada (muncul) para Umaro (Pemimpin, Penguasa), kalian mengenal mereka, kalian tahu tetapi kalian ingkari. Barangsiapa membenci (mereka), maka ia telah berlepas diri. Barangsiapa yang mengingkari, maka ia akan selamat. Tetapi siapa yang ridho’ dan mengikuti mereka maka ia terancam tidak selamat.
Shohabat bertanya, “Ya Rosuul, apa kita perangi mereka?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Tidak, selama mereka masih melaksanakan sholat.”
Maksudnya, barang siapa yang ridho’ terhadap Pemimpin yang dzolim maka ia akan dimintai tanggung jawab oleh Allooh سبحانه وتعالى. Pelajaran dari Hadits tersebut adalah bahwa kita ini diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  untuk berlepas diri dari perkara-perkara yang tidak sesuai dengan ajaran beliau صلى الله عليه وسلم.
Ada lagi Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah no: 2865, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
سيلي أموركم بعدي رجال يطفئون السنة ويعملون بالبدعة ويؤخرون الصلاة عن مواقيتها ) فقلت يا رسول الله إن أدركتهم كيف أفعل ؟ قال ( تسألني يابن أم عبد كيف تفعل ؟ لا طاعة لمن عصى الله
Artinya:
Akan datang orang-orang (yang ditokohkan) yang mengurusi perkara kalian setelah aku, dimana  mereka memadamkan Sunnah, mengerjakan Bid’ah dan mengakhirkan sholat dari waktunya”.
Aku berkata, “Ya Rosuulullooh, jika aku mengalami itu, maka apa yang harus aku perbuat?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wahai Ibnu Ummi ‘Abdin, engkau bertanya tentang apa yang harus engkau perbuat? Tidak ada ketaatan bagi siapa pun yang berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Maksudnya, bila seandainya telah atau akan terjadi para Umaro (Pemimpin) dimana mereka itu kita ketahui tetapi kita ingkari perbuatannya, mungkin dari sisi ‘aqiidah-nya, ideologinya, dsbnya; apalagi mereka itu mengakhirkan sholatnya dari waktunya, bahkan mengada-ada perkara yang Bid’ah; maka menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak perlu ada ketaatan dalam perkara dien bagi orang yang ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى seperti itu.
Perkara-perkara yang disampaikan diatas ini harus lah kita ketahui dan itu semua merupakan tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat. Jadi, jika suatu perkara sudah disandarkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya maka itu adalah bagian dari tanda-tanda Hari Kiamat.
4)   Rusaknya Kaum Muslimin
Dalam Al Qur’an Surat Al Ahzaab (33) ayat 72,  Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.”
Berkenaan dengan itu, banyak disebutkan dalam Hadits, diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 384:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَدِيثَيْنِ قَدْ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الآخَرَ حَدَّثَنَا « أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِى جِذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ثُمَّ نَزَلَ الْقُرْآنُ فَعَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ وَعَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ ». ثُمَّ حَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِ الأَمَانَةِ قَالَ « يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا وَلَيْسَ فِيهِ شَىْءٌ – ثُمَّ أَخَذَ حَصًى فَدَحْرَجَهُ عَلَى رِجْلِهِ – فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ لاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّى الأَمَانَةَ حَتَّى يُقَالَ إِنَّ فِى بَنِى فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا. حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ مَا أَجْلَدَهُ مَا أَظْرَفَهُ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ ». وَلَقَدْ أَتَى عَلَىَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِى أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ دِينُهُ وَلَئِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا أَوْ يَهُودِيًّا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ سَاعِيهِ وَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ لأُبَايِعَ مِنْكُمْ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا
Dari Shohabat Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه, beliau berkata, “Dua Hadits yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kami. Yang pertama, aku sudah melihatnya dan yang kedua, aku masih menunggunya. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
“1. Bahwa amanah telah turun pada lubuk hati orang, kemudian Al Qur’an turun sehingga mereka mengetahui dari Al Qur’an, dan mengetahui dari As Sunnah.
2. Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengatakan kepada kami tentang diangkatnya amanah, yaitu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,Seseorang tidur sesaat, lalu dicabutnya amanah dari hatinya sehingga bekasnya seperti noda, kemudian tidur sesaat lagi dan amanah itu dicabut dari hatinya; sehingga meninggalkan bekas bagaikan bara yang mengenai kakinya sehingga orang-orang (manusia) saling berjual beli dan hampir tidak ada seorang pun dari mereka yang menunaikan amanah. Kemudian dikatakan, ‘Sesungguhnya pada bani Fulan ada seorang yang terpercaya, sehingga dikatakan pada orang ini: “Betapa kokohnya, teguhnya, berakalnya, padahal tidak ada sebiji sawit pun dalam hatinya iman.”.’
Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه berkata, “Sungguh akan datang padaku suatu zaman, dan aku tidak peduli siapa diantara kalian yang ku-bai’at. Jika dia Muslim, maka dikembalikan kepada dien-nya. Jika dia Nashrony atau Yahudi, maka dikembalikan pada orang yang menjalankannya. Adapun hari ini, aku tidak akan membai’at dari kalian, kecuali Fulan dan Fulan.
Ternyata mencari orang yang jujur itu sangat lah sulit. Kalaupun ada, karena saking sedikitnya, lalu orang yang jujur itu pun dipuji. Yang banyak adalah ketidak jujuran. Apabila sudah terjadi situasi seperti itu, maka tandanya Kiamat itu sudah dekat.
Pelajaran yang bisa diambil dari Hadits diatas adalah bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengkaitkan antara Amanah dengan masalah Iman. Amanah itu sangat erat kaitannya dengan Iman. Apabila orang tidak punya sifat amanah dan kejujuran, maka bisa dikatakan bahwa orang itu Imannya tidak ada. Yang ada bahkan menyerupai orang munaafiq.
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2459 dan Imaam Muslim no: 219, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Artinya:
Empat perkara, barangsiapa pada dirinya terdapat empat perkara ini, maka dia adalah seorang munaafiq yang tulen. Barangsiapa yang didalamnya terdapat satu dari empat sifat ini, maka ia terdapat sifat kemunaafiqan (dalam dirinya), sehingga dia meninggalkannya: Jika ia berbicara maka ia berdusta, jika ia berjanji maka ia menyalahi (janjinya), jika ia mengikat suatu kesepakatan maka ia menyelisihinya, dan jika ia berdebat maka ia curang.”
Bila ciri-ciri orang yang demikian itu sudah banyak terjadi, maka itu juga bagian dari tanda-tanda Kiamat.
Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 13199 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth maka Hadits ini adalah Hasan, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Artinya:
Tidak ada iman bagi orang yang tidak mempunyai amanah dalam dirinya dan tidak ada dien bagi yang tidak punya ikatan janji padanya”.
Maksudnya, kalau amanat itu diartikan jujur, maka orang yang tidak jujur berarti tidak ada dien pada dirinya. Oleh karena itu, kita harus kembali menumbuhkan sifat amanah itu. Rusaknya kaum muslimin itu adalah kalau sampai tidak adanya amanah dalam diri mereka.
Selanjutnya dalam sebuah Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban no: 6715 yang di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih At Targhiib Wat Tarhiib no: 572, dari Shohabat Abu Umaamah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لتنتقضن عرى الاسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها فأولهن نقضا : الحكم وآخرهن : الصلاة
Artinya:
Sungguh benar-benar ikatan Islam akan terurai satu demi satu. Setiap terurai satu ikatan, maka manusia terpaut dengan yang berikutnya. Pertama kali adalah terurainya ikatan Hukum (Hukum Islam tidak lagi ditegakkan — pent.) dan ikatan yang terakhirnya adalah Sholat.
Apabila sholat tidak lagi menjadi sesuatu yang urgent, tidak dilaksanakan, tidak dipentingkan, maka itu juga merupakan tanda kerusakan kaum muslimin. Apabila hukum, tatanan nilai dan apapun yang sudah menjadi ketetapan Allooh سبحانه وتعالى tidak dijalankan, maka itu suatu merupakan kerusakan.  Dan zaman sekarang ini kalau dilihat satu persatu maka banyak sekali yang sudah bermunculan tanda-tanda kerusakan itu.
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud dalam Sunan-nya no: 3464 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Artinya:
Jika kalian sudah saling berjual beli dengan riba’ dan mengambil ekor sapi (membuntuti dunia), dan puas dengan pertanian (investasi) dan kalian tinggalkan jihad, maka Allooh akan jadikan kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada dien kalian.”
Perkara-perkara tersebut, manakah yag tidak ada pada zaman sekarang ini ?
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam suatu Hadits yang panjang yaitu:
عن عطـاء بن أبى رباح عن عبد الله بن عمـر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يَا مَعْـشَرَ الْمُـهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَـزَلَ فِيْكُمْ أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ
1. لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِىْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يَعْمَلُوْا بِهَا إِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ،
2. وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسَّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،
3. وَلَمْ يَمْنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْيَهَـائِمِ لَمْ يُمْطَرُوْا،
4. وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ مِنْ غَيْرِهِمْ وَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ،
5. وَمَا لَمْ يَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَلْقَى اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
Artinya :
Dari ‘Atho Bin Abi Robah dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنهما, telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم: “Wahai segenap muhajirin ada lima perkara jika kalian ditimpa olehnya dan terjadi ditengah-tengah kalian – Aku berlindung pada Allooh سبحانه وتعالى agar kalian tidak mengalaminya“ :
1.    Tidaklah kekejian (zina) itu nampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukannya, kecuali akan muncul ditengah-tengah mereka tho’un (penyakit menular) dan kelaparan yang belum pernah sedahsyat itu terjadi pada kaum-kaum sebelum mereka.
2.    Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan kemarau panjang, beban hidup yang berat dan penguasa yang dzolim.
3.    Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari hujan atas mereka; dan jikalau bukan karena Allooh سبحانه وتعالى sayang pada binatang maka Allooh سبحانه وتعالى tidak akan turunkan hujan bagi mereka.
4.    Tidaklah mereka membatalkan ikatan perjanjian mereka dengan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya, kecuali musuh-musuh dari luar diri mereka akan menguasai mereka dan akan mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
5.    Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitab Allooh سبحانه وتعالى, kecuali mereka campakkan di tengah-tengah mereka kecekcokan.
(HR. Imam Hakim dalam “Al-Mustadrok”, Kitab “Al-Fitan wal Malaahim” No 8667 dan kata beliau sanadnya shohiih dan Imam Adz-Dzahaby menyepakati-nya, juga Imam Ibnu Majah dalam kitab yang sama no. 4019. Dan Syaikh Al-Albaany meng-Hasan-kan sanadnya sebagaimana dalam Silsilah Hadits Shohihnya 1/167-169 No.106).
Dari lima perkara tersebut, manakah yang sekarang ini tidak ada ?
Lalu kalau dikaitkan dengan becana alam yang banyak terjadi di zaman sekarang, maka sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang telah diriwayatkan oleh Al Imaam Al Turmudzy di dalam Sunannya, kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohaby bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malaa’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohaby, Anas bin Maalik رضي الله عنه, dan haditsnya dishohiihkan oleh Syaikh Nasiruddin Al Albaany dalam Silsilah Hadits Shoohih No: 2203; bahwa Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
« في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور »
Artinya:
Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.”
Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosuul, kapankah itu?”
Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”
Dan perkara-perkara tersebut sekarang sudah muncul. Maka kalau diatas dikatakan bahwa kaum Muslimin sudah rusak dengan munculnya berbagai gejala tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kita hidup pada masa yang sudah memasuki akhir zaman.
Oleh karenanya, hendaknya kita waspada dan selalu ingat dengan Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 389 berikut ini, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya:
Islam ini bermula dengan aneh dan akan berakhir dengan aneh. Maka berbahagia-lah orang-orang yang dianggap aneh itu”.
Dan bila dicermati, Islam di zaman sekarang ini sudah masuk pada masa Islam itu dianggap aneh, bahkan oleh kaum Musliminnya sendiri. Karena, apabila disampaikan ajaran Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sebenarnya, atau ayat-ayat Al Qur’an yang sebenarnya, maka tidak sedikit diantara mereka yang mengaku Muslim itu yang tidak mau menerima ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, menolak ataupun bahkan mengolok-oloknya.
Ada yang mengaku Muslim tetapi ia mengatakan bahwa di dalam Al Qur’an itu juga ada perkara yang porno, lalu ada yang mengakunya Muslim tetapi mengatakan bahwa Al Qur’an itu tidak relevan untuk zaman sekarang sehingga mesti diubah-ubah atau disesuaikan dengan perkembangan zaman, lalu ada lagi yang mengaku Muslim tetapi mengatakan bahwa Islam itu tidak lengkap, masih kurang dan lain sebagainya.
Disisi lain, ada pula yang mengaku Muslim tetapi mencibirkan orang yang justru berusaha mengamalkan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم secara kaaffah seperti mencela orang-orang yang berjilbab ataupun bercadar dengan celaan “Ninja”, atau mengolok-olok orang yang mengamalkan sunnah dalam berpakaian dengan tidak memanjangkan celana dibawah mata kaki (tidak isbal) itu dengan celaan “Celananya orang takut kebanjiran”, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah sudah mulai dianggap aneh oleh kaumnya sendiri.
Cara agar kita tidak melakukan dan tidak bersama orang-orang yang demikian itu adalah dengan selalu menyadari bahwa pedoman kita itu adalah Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam segala perkara. Kalau suatu perkara itu ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan pemahamannya adalah sesuai pemahaman para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Salafus Shoolih), maka kita tidak boleh menentangnya, tidak boleh memilih-milih ayat (yang sesuai selera diri kita maka diterima, sementara yang tidak sesuai dengan selera diri kita maka bersikap enggan ataupun menolaknya). Yang demikian ini adalah salah. Islam itu adalah berdasar Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى. Bila sudah mengaku Muslim, maka harus tunduk pada aturan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى dan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
5) Lahirnya Majikan dari Budak
Di zaman sekarang tidak ada perbudakan, maka tidak ada budak. Tetapi yang ada di zaman sekarang ini adalah Pembantu Rumah Tangga (PRT). Apabila ada majikan yang melahirkan anaknya melalui pembantu rumah tangganya sendiri, maka itu pun bagian dari tanda dekatnya hari Kiamat.
Seperti yang kita mestinya hafal dalam Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 102, yaitu ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ditanya oleh Jibril:
قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ « مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ « أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ
Artinya:
Jibril berkata,Beritakanlah kepadaku tentang kapankah hari Kiamat?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya”.
Lalu Jibril berkata: “Beritakanlah kepadaku tentang Tanda-Tandanya.”
Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم menjawab, “Akan terjadi ketika majikan lahir dari budaknya; dan orang yang tidak beralas kaki, orang yang tidak berbusana, dahulunya adalah penggembala domba, maka mereka sekarang bermegah-megahan dalam gedung-gedung mewah”.
Demikian itu oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم disebutkan sebagai tanda hari Kiamat. Yang demikian itu sudah terjadi, sedang  terjadi dan akan terus berlangsung.
Dikatakan pula oleh Imaam Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله dalam Kitab yang berjudul Jaami’ul ‘Uluum wal Al Hikam, dimana beliau رحمه الله mengomentari Hadits tersebut sebagai berikut: “Kandungan dari apa yang tersebut dalam Hadits ini berkenaan dengan tanda-tanda hari Kiamat kembali kepada bahwa perkara-perkara digantungkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya, yakni hari Kiamat. Selanjutnya, orang yang tadinya tidak beralas kaki, yang tadinya telanjang, yang tadinya adalah penggembala domba; mereka itu adalah ahlul jahli (orang bodoh), mereka orang polos, tetapi mereka sekarang menjadi pemimpin dan menjadi pemilik dari berbagai kekayaan (harta), sehingga mereka pun bermegah-megah di gedung-gedung tinggi. Sesungguhnya yang demikian itu akan merusak aturan dien dan aturan Dunia.”
Imaam Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله, ‘Ulama Ahlus Sunnah yang hidup pada puluhan abad yang lalu itu menafsirkan seperti tersebut diatas, maksudnya adalah bahwa: “Mereka yang tadinya bodoh, kampungan, sekarang berubah nasibnya menjadi pemimpin-pemimpin bahkan mereka itu bermegah-megahan. Yang demikian itu akan mengakibatkan rusaknya aturan dunia dan aturan Akhirat. Karena pada dasarnya mereka itu adalah al jahlu (bodoh) dalam masalah dien.”
Padahal zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan masa-masa Khaliifah sesudahnya bahwa yang menjadi Pemimpin Islam itu adalah ‘Ulama. Misalnya: Abubakar As Siddiq رضي الله عنه, beliau adalah seorang yang ‘Aalim (ber-‘ilmu). Demikian pula ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, ‘Utsman bin ‘Affan رضي الله عنه serta Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه sampai pada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz رضي الله عنه; semuanya adalah orang-orang ‘Aalim (ber-‘ilmu dien). Maka dalam kepemimpinannya beliau-beliau itu lah yang disebut sebagai Khulaafaa’ur Roosyiduun Al Mahdiyyuun, karena mendapatkan petunjuk dengan ‘ilmu dien yang mereka kuasai.
6) Umat manusia akan mengeroyok (mengerumuni) umat Islam
Misalnya dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Ahmad dalam Musnadnya no: 22450 dan berkata Syaikh Syu’aiib Al Arnaa’uth رحمه الله bahwa Sanad Hadits ini Hasan, dijelaskan sebagai berikut:
عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه و سلم قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يوشك ان تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الآكلة على قصعتها قال قلنا يا رسول الله أمن قلة بنا يومئذ قال أنتم يومئذ كثير ولكن تكونون غثاء كغثاء السيل
Artinya:
Dari Tsauban Maula Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Hampir ummat menerkam kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana orang lapar mengeroyok nampan mereka.’
Kami para Shohabat bertanya, ‘Ya Rosuulullooh, karena minoritasnya kami saat itu?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, ‘Justru kalian saat itu adalah berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah banjir.’…”
Lalu Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4299, dari Shohabat Tsaubaan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم bersabda:
يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا » فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ » فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Artinya:
Ummat-ummat ini (bangsa-bangsa – pent.) hampir menerkam kalian sebagaimana orang-orang lapar menerkam nampan makanan mereka.”
Seseorang bertanya, “Karena sedikitkah jumlah kita pada hari itu?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Bahkan pada hari itu, kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah; sungguh Allooh akan cabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan (wibawa) terhadap kalian, dan sungguh Allooh akan campakkan pada hati-hati kalian Al Wahnu.”
Seseorang bertanya, “Ya Rosuulullooh, apakah Al Wahnu itu?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”
Maka bila kita lihat di zaman sekarang dalam berbagai kejadian dunia misalnya kaum muslimin di Afghanistan, Chehnya, Sudan, Iraq, dan negara-negara Afrika; mereka itu menjadi obyek perebutan maupun penindasan.
Dan itu semua belum akan berakhir, bahkan akan terus berlangsug, karena yang demikian itu merupakan bagian dari tanda-tanda hari Kiamat.
7) Melimpah ruahnya harta sehingga orang tidak butuh terhadap shodaqoh
Tanda Kiamat yang berikutnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang  diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Hibban no: 6680 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Hadits ini adalah Shohiih, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bersabda:
لا تقوم الساعة حتى تكثر فيكم الأموال وتفيض حتى يهم رب المال من يقبل منه صدقته وحتى يعرضه ويقول الذي يعرض عليه : لا أرب لي فيه
Artinya:
Tidak akan terjadi hari Kiamat, sehingga harta semakin melimpah dan banjir diantara kalian. Sehingga orang kaya bingung siapa yang akan menerima shodaqohnya, dan menawarkannya maka ketika dipanggil orang untuk diberi shodaqoh maka mereka pun menjawab: ‘Aku tidak butuh dengan pemberianmu.”
Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata sebagai berikut:
كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير و يربو فيها الصغير و يتخذها الناس سنة فإذا غيرت قالوا غيرت السنة قيل : متى ذلك يا أبا عبد الرحمن ؟ قال : إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم و كثرت أموالكم و قلت أمناؤكم و التمست الدنيا بعمل الآخرة
Artinya:
Bagaimana kalian jika di suatu zaman fitnah menyelimuti kalian sehingga membuat pikun orang dewasa, membuat besar sebelum waktunya bagi anak kecil, dan manusia menjadikan fitnah itu sebagai sunnah sehingga jika sunnah tadi dirubah, mereka mengatakan: “Sunnah kita telah dirubah.”
Lalu beliau رضي الله عنه ditanya, “Kapan hal itu terjadi, wahai Abu ‘Abdirrohman?”
Beliau رضي الله عنه menjawab, “Jika:
1.      Semakin banyak para Qurroo’ (para Pembaca Al Qur’an)
2.      Semakin sedikit para Fuqoha (orang-orang yang faqih / mendalam dalam perkara dienul Islam)
3. Semakin melimpah harta kalian
4. Semakin langka orang-orang terpercaya dari kalian
5.      Dan akhirat dijual dengan dunia.”
(Atsar ini diriwayatkan Imaam Al Hakim dalam kitab Al Mustadrok no: 8570)
Dalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 3346 dan Imaam Muslim no: 7418, dari Zainab binti Jahsyin رضي الله عنها (istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk ke rumahnya dalam keadaan takut, kemudian berkata:  “Laa Illaaha Ilallooh, celaka bagi orang Arab dari kejahatan yang semakin mendekat; telah dibuka hari ini celah Ya’juj dan Ma’juj seperti ini (sembari melingkarkan ibu jari dan jari tengahnya).”
Zainab رضي الله عنها kemudian bertanya,“Apakah kita akan juga dibinasakan oleh Allooh سبحانه وتعالى, padahal di tengah-tengah kita masih banyak orang shoolih?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Benar, (termasuk orang-orang shooleh pun akan dibinasakan), jika sudah banyak Al Khobats (ahli ma’shiyat), Al Fujur (pezina) dan Al Fusuq (berbagai penyimpangan terhadap Syari’at Allooh سبحانه وتعالى – pent.)”.
Demikianlah, Hadits-Hadits yang banyak sekali jumlahnya, yang menunjukkan kepada kita tentang parahnya berbagai kerusakan yang terjadi itu, sebagai pertanda bahwa hari Kiamat sudah semakin dekat. Maka sudah saatnya kita, kaum Muslimin,  berusaha semakin mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan ‘Ilmu dien yang benar, agar kita tidak termasuk tenggelam bersama orang-orang yang dibinasakan.
Bagaimana Kiatnya?
Tentu kiatnya adalah dengan melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jangan sampai kemungkaran dibiarkan saja merajalela, sehingga kita pun semuanya ditenggelamkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Masih ada tanda-tanda Kiamat lainnya, yakni banyaknya Fitnah, terbaliknya ukuran (dimana yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah, atau yang Sunnah dikatakan Bid’ah, dan yang Bid’ah malah dianggap Sunnah), dan lain-lain yang insya Allooh akan dibahas pada pertemuan yang akan datang.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Tentang profesionalisme di bidang da’wah, seperti disampaikan di awal bahasan ini, kami sependapat bahwa orang yang berda’wah tentang dienul (Islam) itu hendaknya orang yang benar-benar paham dan menguasai ilmu dien.
Tetapi tidak tertutup kemungkinannya orang yang menguasai disiplin ‘ilmu yang lain (misalnya dokter), berda’wah untuk menunjukkan kebesaran Allooh سبحانه وتعالى, dan kembali kepada aturan Allooh سبحانه وتعالى dan As Sunnah.
Perlu kita diskusikan sejauh mana batasan orang yang bukan disebut sebagai ‘Ulama untuk bisa muncul di hadapan publik dalam rangka mengajak orang untuk taat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Itu perlu didefinisikan, jangan timbul anggapan bahwa kalau bukan seorang Ustadz, bukan ahli agama maka tidak boleh naik di mimbar.
Ada beberapa nama yang perlu dicatat, misalnya Doktor Sauki Hutaki di Jepang  tahun 1976, ia seorang dokter medis, yang berda’wah dalam 5 tahun. Dari 4 orang yang masuk Islam di Tokyo menjadi 70 orang masuk Islam. Hanya dengan da’wah : “Allooh سبحانه وتعالى yang menyembuhkan”.  Hanya dengan satu kalimat itu saja.
Kemudian ada lagi seorang bernama Doktor Maurice Bucaille, yang ia juga turut berda’wah. Dan di Indonesia seorang ekonom bisa berda’wah tentang hukum-hukum Allooh سبحانه وتعالى, misalnya Dr. Syafi’ie Antonio, atau Arman Karim, yang beliau-beliau itu adalah ahli-ahli dalam perbankan Syari’ah, dan dengan da’wah beliau  orang akan tunduk dengan aturan Allooh سبحانه وتعالى.
Lalu bagaimana dengan seorang Ustadz yang tidak pernah mempelajari teknologi ilmu komunikasi, bisa menyatakan kebesaran Allooh سبحانه وتعالى ketika ia membaca SMS di layar HP. Oleh sebab itu perlu kiranya kita buat batasan, sepakat untuk orang-orang yang tidak punya disiplin ilmu dien. Sementara itu, para ‘Ulama sendiri tidak semuanya ahli dalam bidang dien. Tetapi jangan ditutup kemungkinan bagi orang-orang yang memegang disiplin ‘ilmu sosial lainnya untuk boleh berda’wah.
Jawaban:
Terima kasih, komentar yang bagus. Dalam ‘Ilmu dien, ada yang disebut Ilmul Maqoosid dan Ilmul  Wasaa’il.
‘Ilmul Maqoosid termasuk misalnya ‘ilmu tentang sholat, zakat dan lain-lain. Masalah yang merupakan langsung pada praktek dimana seorang Muslim itu tidak boleh salah dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Sedangkan Ilmul Wasaa’il tidak terpaku pada masalah dien saja, melainkan bisa ‘ilmu komunikasi, teknologi, managemen, kedokteran, dan seterusnya, yang merupakan Wasiilah (media).
Misalnya, kalau Manhaj (ajaran) da’wah atau Al Islaam diumpamakan suatu barang,  maka bagaimana barang tersebut bisa berpindah kepada Muslim, kepada orang lain, seperti yang dicontohkan di Jepang tersebut. Yang tadinya hanya 4 orang yang Muslim, lalu sekarang bisa berkembang menjadi 70 orang masuk Islam. Itu perlu media. Medianya itulah yang kemudian kita gunakan dengan di-manage secara baik, di-program supaya sistematis, ada evaluasi dan seterusnya. Itu diperlukan Wasaa’il.
Yang dimaksudkan dengan istilah professionalisme seperti disampaikan diatas, adalah ketika orang menjabarkan, mengembangkan, menyebarkan tentang Ilmu Syar’i, maka harus oleh orang yang kapasitasnya kompeten dalam bidang ilmu Syar’ie tersebut.
Berbeda dengan seorang dokter, ekonom, atau apa saja. Ketika ia sudah tahu dari Islam yang ia dapat dan ternyata benar serta terbukti dalam teori ekonomi, maka lalu dikembangkan. Dan dalam  bahasa Syar’i disebut I’jaazul ‘Ilmi.
Misalnya seorang seperti Harun Yahya, yang membuktikan dan menerangkan tentang Janin manusia. Bahwa ternyata Janin manusia itu demikian teratur dalam fase-fasenya, dan itu ada penjelasannya di dalam Al Qur’an. Fungsi dari pembuktian-pembuktian itu sebenarnya bukan mendasari (Ta’siis), melainkan mendukung  bahwa Islam itu benar-benar relevan dengan teknologi, dengan ilmu apa saja.
Bukti-bukti itu dapat membantu dan menambah keyakinan. Dan yang demikian itu diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Adz Dzaariyat (51) ayat 21:
وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Artinya:
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Oleh karenanya hal itu menjadi penting. Seorang Syaikh, atau seorang Ustadz, Da’i- atau seorang ‘Aalim di zaman sekarang, tidak bisa hanya berbekal ‘ilmu yang mungkin itu berlaku 50 tahun lalu. Misalnya: Di zaman komputerisasi seperti sekarang ini, bila seorang Da’i tidak tahu bagaimana meng-operasikan dan mempergunakan komputer yang merupakan media, maka ia akan kesulitan sendiri.
Jadi dengan berbagai perkembangan tehnologi, peradaban dan sebagainya itu, bisa digunakan untuk mengembangkan dan memperlancar da’wah.
Maka jangan lah ada suatu image tentang adanya dikotomi terhadap masalah-masalah tersebut diatas, tetapi yang dimaksud adalah: Jika suatu perkara dipegang oleh bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Artinya, bahwa pemegang Ilmu Syar’i, yang disebut ‘Aalim, maka ia hendaknya benar-benar faqiih dalam Ilmu Syar’ie. Misalnya: Ia hendaknya faqiih dalam ‘Ilmu Fiqih, ‘Ilmu Tafsir, ‘Ilmu Hadits dan berbagai cabang lainnya dalam ‘Ilmu Syar’i. Itu yang dimaksud dalam penjelasan diatas.
Kirnya sekian bahasan kali ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى menambah keimanan kita, dan apabila tanda-tanda Kiamat sudah muncul, maka peran kita adalah Ittiba’ (mengikuti) Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 29 Dzul Hijjah 1428 H – 7 Januari 2008 M.